Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Sabtu, 26 September 2020 | 10:13 WIB
[Net]

SuaraJakarta.id - Isu kebangkitan PKI muncul lagi jelang peringatan Gerakan 30 September 1965. Berawal dari pernyataan Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, isu PKI kembali hangat.

Gatot dalam saluran Youtube Hersubeno Point menyatakan gerakan Partai Komunis Indonesia tidak bisa dilihat bentuknya, namun bisa dirasakan.

"Gerakan ini tidak bisa dilihat bentuknya, tapi dirasakan bisa. Contohnya, sejak 2008 itu seluruh sekolah meniadakan pelajaran tentang G30SPKI. Ini suatu hal yang sangat berbahaya," kata Gatot, Selasa (22/9/2020) lalu.

Mengetaui hal itu, Gatot mengklaim semakin menguatnya gerakan kebangkitan PKI kala itu membuatnya memutuskan untuk memerintahkan jajaran menyaksikan kembali kekejaman komunis dalam film G30S PKI.

Baca Juga: 2017 Negeri Ini Riuh Ajakan Nobar Film PKI, Jokowi Respons Begini Kala Itu

Gatot Nurmantyo [BBC]

Pada waktu itu, salah seorang sahabat Gatot dari PDIP memperingatkan agar dia menghentikan perintah tersebut. Sebab, kalau tidak, Gatot pasti akan dicopot dari jabatan.

Namun, Gatot kala itu tetap teguh dan melanjutkan intruksi yang telah ia buat.

"Pada saat itu saya punya sahabat dari salah satu partai PDIP menyampaikan, Pak Gatot hentikan itu, kalau tidak Pak Gatot pasti diganti," ucap Gatot.

"Dan memang benar-benar saya diganti," sambungya.

Sejak itu, isu PKI jadi hangat. Sejumlah orang mengomentari pendapat Gatot.

Baca Juga: Anak DN Aidit Sarankan Gatot Nurmantyo dan 4 Berita Lain

Salah satunya dari pegiat media sosial Denny Siregar.

Denny Siregar sebut rakyat butuh pekerjaan dibanding karantina. (YouTube/Cokro TV)

"Pak @Nurmantyo_Gatot, saya mau nanya...," tulisnya lewat akun Twitter, Rabu (23/9/2020).

Lalu Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain pun berkomentar soal penyataan Gatot dicopot jadi Panglima TNI karena mengadakan nobar film G30S.

"Kalau seorang jenderal dicopot dari jabatannya karena memerintahkan pemutaran Film G30 S/PKI, maka timbul pertanyaan di benak kita. Mereka yang meminta dan mencopotnya itu anti komunis atau pro komunis...? Nah... Apa komentar anda...?" kata Tengku melalui akun media sosial.

Pakar pendidikan Darmaningtyas melalui akun media sosial ikut merespon pertanyaan Tengku secara kritis. Dia melemparkan pertanyaan balik mengenai siapa sesungguhnya yang benar dalam pergantian posisi Panglima TNI ketika itu. Selain itu, Darmaningtyas juga yakin isu komunis yang selalu diangkat sebenarnya kurang diminati generasi milenial.

"Kalau filmnya sendiri banyak yang menilai manipulatif bagaimana Pak Tengku? Yang bener yang nyopot or yang dicopot? Lagian, memang ada milenial yang tertarik pada paham komunis? Mereka lebih tertarik pada Drakor. Hanya orang bodoh saja yang terus ngusung anti komunis itu," katanya.

Manipulatif

Komentar pedas Luqman Hakim soal Gatot Nurmantyo. (Twitter/@LuqmanBeeNKRI)

Anggota DPR Fraksi PKB Luqman Hakim mengkritisi pernyataan Gatot Nurmantyo terkait kebangkitan PKI yang telah ia cium selama berdinas sebelum purna tugas.

Gatot sekaligus mengungkapkan alasan di balik Presiden Joko Widodo yang menggesernya dari jabatan panglima. Gatot berujar penyebabnya ialah karena ia menyerukan agar masyarakat kembali menonton film G30S PKI.

Menanggapi pengakuan Gatot, Luqman mendukung Jokowi terkait pemecatan Gatot apabila alasan yang diklaim eks panglima itu benar adanya. Menurut Luqman seruan menonton film G30S PKI tidak relevan karena ia menilai film tersebut hanya manipulasi.

"Kekuasaan itu ada batas waktunya, Jenderal! Jika sejarah ‘65 anda sederhanakan sebatas sama dengan Film G/30/S, sudah tepat Presiden mencopot anda secepatnya! Film itu manipulatif. Dua tahun menjadi panglima udah panjang lho, kok seperti tidak bersyukur gitu?" tulis Luqman melalui akun Twitter @LuqmanBeeNKRI pada (23/9/2020) seperti dikutip Suara.com.

Sementara itu Politikus PDI Perjuangan Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menanggapi klaim Gatot Nurmantyo terkait alasan Presiden Jokowi mencopot dirinya dari jabatan sebagai Panglima TNI.

Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin. [DPR RI]

Hasanuddin memastikan alasan Jokowi mencopot karena memang sudah habis masa jabatan Gatot.

Anggota Komisi I DPR itu menampik alasan Gatot yang mengaitkan pencopotannya sebagai panglima disebabkan perintah untuk menonton film G30S PKI semasa Gatot menjabat.

"Tak ada hubungannya sama sekali. Yang bersangkutan (Gatot Nurmantyo,-red) memang sudah mendekati selesai masa jabatannya dan akan segera memasuki masa pensiun," kata Hasanuddin dalam keterangannya, Kamis (24/9/2020).

KAMI Kirim Surat Terbuka untuk Jokowi

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo tertanggal 22 September 2020.

Surat yang terdiri dari empat halaman itu salah satunya disebarkan oleh mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu melalui akun Twitternya @msaid_didu.

Tangkapan layar unggahan Muhammad Said Didu. (Twitter/@msaid_didu)

"Surat terbuka KAMI kepada Bpk Presiden terkait ancaman PKI gaya baru," tulis Said Didu menerangkan foto surat yang diunggahnya, Kamis (24/09/2020).

Surat tersebut, ditandatangani oleh Presidium KAMI di antaranya Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab dan Din Syamsudin.

Pada bagian pertama surat terbuka itu, KAMI menjabarkan sejarah kelam yang pernah dilalui bangsa Indonesia yakni peristiwa Madiun 1948 serta peristiwa 30 September 1965.

Menurut KAMI, bulan September bulan yang penuh dengan trauma karena peristiwa pemberontakan PKI sehingga harus selalu diperingati.

Selain itu KAMI menuding bahwa anak cucu PKI sudah bangkit dan menelusup ke lingkaran legislatif maupun eksekutif.

"Hal demikian tidak lagi merupakan mitos atau fiksi, tapi sudah menjadi bukti," tulis keterangan surat tersebut.

KAMI bahkan dengan tegas meyakini bahwa anak cucu PKI saat ini sudah mulai terbuka akan identitasnya.

KAMI mengutarakan beberapa tuntutan di antaranya:

  1. Pertama, Presiden Joko Widodo dan pemerintahan yang dipimpinnya untuk bertindak serius terhadap gejala, gelagat dan fakta kebangkiran neo komunisme dan/atau PKI Gaya Baru yang sudah nyata dan tidak perlu lagi ditanya, di mana?
  2. Kedua, Presiden Joko Widodo dengan kewenangannya sebagai Presiden meminta DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan tetang RUU Haluan Ideologi Pancasila dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, bahkan agar menarik RUU HIP dari Prolegnas dan tidak memproses RUU tentang BPIP.
  3. Ketiga, Presiden Joko Widodo dengan kewenangan yang dimilikinya menyerukan lembaga-lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga penyiaran publik, khususnya TVRI, untuk menayangkan Film Pengkhianatan G 30S/PKI dan/atau film serupa agar rakyat Indonesia memahami noda hitam dalam sejarah kebangsaan Indonesia.

Jawaban Putra DN Aidit

Ilham Aidit, putra keempat mendiang Ketua CC PKI DN Aidit angkat bicara ihwal kembali mencuatnya isu kebangkitan PKI. Belakangan, isu tersebut mencuat usai Gatot Nurmantyo mengungkap alasan dirinya dicopot dari jabatan Panglima TNI karena menginstruksikan jajarannya untuk memutar kembali film Pengkhianatan G30SPKI.

Ilham Aidit mengaku tak heran ihwal mencuatnya kembali isu kebangkitan PKI. Menurut dia, isu kebangkitan PKI itu memang selalu dikoar-koarkan oleh pihak tertentu setiap tahunnya, khususnya ketika memasuki bulan September.

Ilham Aidit. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

"Bayangkan sekarang sudah lebih dari 50 tahun itu dibangkit-bangkitkan lagi dan sebagainya. Memang tahun-tahun yang tidak pernah berakhir, buat kami-kami ini tahu bahwa ini nggak akan berakhir. Mungkin reda sedikit karena ada isu lain, tapi kemudian nanti akan muncul lagi, muncul lagi," kata Ilham Aidit saat dihubungi Suara.com, Kamis (24/9/2020).

Ilham Aidit berpendapat bahwa semua yang terjadi itu bukan tanpa sebab. Dia menilai hal itu ialah dampak dari begitu luar biasanya propaganda rezim orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun.

Salah satu propaganda tersebut, yakni melalui film dokudrama propaganda berjudul “Pengkhianatan G30SPKI” karya Arifin C Noer, yang ketika itu diwajibkan ditonton bagi siswa-siswi di bangku sekolah.

Di mana ketika itu, film Pengkhianatan G30SPKI pada era 80-an hingga 90-an, menjadi modal bagi Presiden Soeharto memberikan penjelasan tentang tragedi 65 versinya sendiri. Film tersebut disponsori pemerintah orba dengan anggaran Rp 800 juta.

"Sehingga ada satu setengah generasi lah kira-kira yang berhasil didoktrinasi atau dipaparkan soal beginian. Itu perlu terapi yang juga lama," ujar Ilham Aidit.

Kepada Suara.com, Ilham Aidit sebelumnya juga pernah mengaku kesal kepada Gatot Nurmantyo. Khususnya, saat menjabat sebagai Panglima TNI, Gatot pernah menginstruksikan prajuritnya untuk wajib menonton kembali film Pengkhianatan G30SPKI.

Padahal, menurut dia, dengan mewajibkan menonton film tersebut hanya akan menanamkan kebodohan kepada generasi bangsa, perihal sejarah yang telah direkayasa orde baru.

"Tetapi, sebagian besar masyarakat saya yakin sudah jauh lebih pintar dan kritis," ucap Ilham Aidit.

Ilham Aidit menilai pernyataan Gatot Nurmantyo yang belakangan mengungkapkan alasan dirinya dicopot dari jabatan Panglima TNI karena menginstruksikan prajuritnya untuk menonton film Pengkhianatan G30SPKI hanyalah omong kosong.

Harus punya senjata tangkis isu

Kelompok yang menamakan diri Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia belum lama ini menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo.

Dalam surat tertanggal 22 September 2020 yang ditandatangani Presidium KAMI Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin, dan Rochmat Wahab, salah satunya meminta Jokowi menyerukan kepada lembaga-lembaga pemerintah, termasuk lembaga penyiaran TVRI, untuk menayangkan film tentang Pengkhianatan G30S/PKI atau film-film serupa. Mereka khawatir masyarakat lupa dengan sejarah, selain itu juga untuk mencegah kebangkitan partai terlarang di negeri ini.

Presiden Joko Widodo [Biro Pers Istana]

Sebelum itu, Gatot mengatakan penggantian posisinya (Panglima TNI) ketika itu karena dia tetap bersikeras memerintahkan seluruh anggota TNI untuk memutar dan menyaksikan film Gerakan 30 September PKI. Gatot memerintahkan demikian karena dia beralasan ingin meningkatkan kewaspadaan terhadap kebangkitan partai terlarang itu.

Menanggapi menghangatnya kembali isu komunis di bulan September, analis politik dari Political and Public Policy Studies Jerry Massie menilai hal ini merupakan politik framing yang dilancarkan seseorang, entah itu tuduhan, realita atau ancaman.

"Bagi saya berprinsip borok yang ditutupi akan terungkap. Paling btidak dalam hal ini dua pihak, bahkan dua kubu akan membantah. Satu sisi ada yang menyerang, ada yang bertahan, begitu sebaliknya," kata Jerry kepada Suara.com, Jumat (25/9/2020).

Di Indonesia, sejak dulu isu PKI dan negara Islam menjadi komoditas politik. Menurut Jerry, Istana perlu menanggapinya. "Istana harus menjawab dan membantah tudingan-tudingan miring," kata Jerry seraya menekankan "pemimpin harus imparsial (tak memihak), jangan parsial atau memihak."

Isu komunis merupakan isu yang punya powerful untuk mematahkan lawan politik. Istana, menurut Jerry, tak boleh membiarkan begitu saja.

"Pihak Istana saya sarankan punya senjata menangkis setiap serangan. Kalau diam saja nanti publik akan berprasangka buruk atau menduganya benar. Kalau membantah bisa saja dianggap benar. Ini lantaran mindset kelompok grassroot (akar rumput) beda," katanya.

Jerry meyakini penggorengan isu SARA akan terus dimainkan dan ini, kata dia, merupakan bagian politik identitas.

Menurut Jerry, seharusnya sejak ormas terlarang dibubarkan, misalkan PKI dan HTI, jangan lagi mengangkat isu itu lagi.

Load More