Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Rabu, 07 Oktober 2020 | 10:24 WIB
Gedung DPR Dijual murah

SuaraJakarta.id - Gedung DPR dijual murah. Gedung DPR RI dijual murah di Shopee sampai seharga Rp 5.000 saja.

Hal itu ditemukan di salah satu marketplace Shopee, Rabu (7/10/2020).

Sedikitnya, hingga pukul 10.00 WIB, ada 4 unggahan tentang Gedung DPR yang dijual dengan harga mulai Rp 5.000

Keempat judul produk tersebut yakni "Gedung DPR (Sumbangan), "Jual Murah Gedung DPR dan Isinya", "Gedung DPR", dan "Dijual Gedung DPR RI".

Baca Juga: Kelemahan Utama Jokowi Terbukti Lewat Kuatnya Penolakan UU Cipta Kerja

Dalam salah satu keterangan unggahan disebutkan, "Gedung 80 persen masih bagus, dan minus isinya sudah bobrok".

Di keterangan unggahan lainnya dituliskan, "Dijual aja, daripada Cuma nyusahin".

Gedung DPR Dijual murah

Sementara itu, harga yang dipatok beragam:

  • GEDUNG DPR (Sumbangan) Rp10.000
  • JUAL MURAH GEDUNG DPR DAN ISINYA Rp10.000
  • Gedung DPR Rp 5.000, dan
  • Di JUAL GEDUNG DPR RI Rp99.000

Omnibus Law

Pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan oleh pemerintah dan DPR RI sejak awal disikapi secara kritis oleh organisasi-organisasi buruh. Mereka menolak pengesahan Omnibus Law yang bakal memangkas hak para pekerja lewat revisi aturan yang memungkinkan pelanggengan sistem alih daya (outsourcing), pengurangan nilai pesangon, penghapusan upah minimum sektoral, serta makin mudahnya PHK oleh perusahaan.

Baca Juga: 14 Organisasi Ini Akan Turun Aksi Tolak UU Cipta Kerja di Makassar

Di pabrik-pabrik di kawasan industri Bandung Raya, buruh-buruh melakukan aksi mogok kerja. Ribuan dari dari mereka bergerak menuju Kota Bandung untuk menyampaikan aspirasi penolakan Omnibus Law, Selasa (6/10/2020).

Di Balai Kota Bandung, ribuan buruh dari sembilan serikat pekerja berunjuk rasa memprotes Omnibus Law. Membawa payung warna-warni, mereka menuntut agar undang-undang itu dibatalkan.

“Kami sudah melakukan banyak lobi dan diskusi sejak berbulan-bulan lalu. Ke Pemkot sudah, ke DPRD sudah. Rekomendasi penolakan juga sudah kami kirimkan ke pusat, tapi kemarin malam Omnibus Law tetap saja disahkan. Buruh menuntut undang-undang itu dibatalkan,” kata Hermawan, Ketua Forum Komunikasi Serikat Pekerja Serikat Buruh Kota Bandung.

Aliansi Gerakan Rakyat Makassar melakukan aksi unjuk rasa. Membakar ban bekas di Jalan Sultan Alauddin, Kota Makassar, Selasa (06/10/2020) / Foto Suara.com : Muhammad Aidil

Menurut Hermawan, kehidupan buruh sudah sangat terpukul selama masa pandemi Covid-19. Banyak buruh kehilangan penghasilan karena PHK atau perumahan sementara. Pengesahan Omnibus Law merupakan pukulan kedua yang tak kalah keras.

Hermawan dan para buruh sepenuhnya tahu bahwa di tengah pandemi Covid-19, berkerumun dalam massa yang demikian besar sangatlah berisiko. Namun, setelah semua lobi dan suara protes diabaikan, aksi turun ke jalan mereka harapkan bisa berdampak lebih signifikan. Ada sedikit kekhawatiran, tapi setiap peserta aksi berkomitmen sekuat tenaga menerapkan protokol kesehatan di lapangan.

“Payung-payung ini adalah cara kami menjaga jarak aman di antara peserta aksi,” ucap Hermawan. “Namun lebih dari itu, payung-payung ini sekaligus melambangkan hilangnya hukum yang berpihak dan melindungi kami para buruh.”

Mahasiswa Turun ke Jalan

Ratusan mahasiswa melakukan unjuk rasa menuntut pembatalan Omnibuslaw UU Cipta Lapangan Kerja di depan Kantor DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020).

Kepala Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda HMI Cabang Bandung, Sansan Raditaufik, mengatakan aksinya akan dilakukan secara terus-menerus hingga menang.

Sejumlah massa dari sejumlah elemen membentangkan poster saat melakukan aksi unjuk rasa di sekitar gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/8/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

"Terkhusus ini kan sebentar lagi merupakan momentum 1 tahun kepemimpinan Jokowi. Kita evaluasi besar-besaran untuk itu dan sedang kita siapkan seluruh kajian yang memang nantinya akan kita bawa pada narasi setiap aksi,” ujarnya.

Sansan menjelaskan, unjuk rasa dilakukan HMI Cabang Bandung dan elemen-elemen lain dari berbagai universitas seperti UPI, Unjani, Unpas dan Unisba.

"Perihal perguruan tinggi itu, yang kita betul-betul tolak itu, di sana dihilangkan poin orientasi terhadap nasionalisme di sana dihilangkan. Kemudian, untuk membentuk perguruan tinggi luar negeri itu hanya butuh satu, surat izin usaha, maka pendidikan itu sekarang bukan lembaga untuk mendidik dan membina anak-anak bangsa tapi untuk usaha oligarki oligarki begitu secara simple-nya, kita menolak," jelasnya.

Load More