Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Selasa, 13 April 2021 | 07:05 WIB
Marta Wijaya, pedagang kolang-kaling tahunan saat momen puasa Ramadhan di Pasar Serpong, Tangsel, Senin (12/4/2021). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]

SuaraJakarta.id - Pada momen puasa Ramadhan berbagai makanan camilan khas bermunculan. Salah satunya adalah kolang-kaling.

Meski pada hari-hari biasa memang ada, tapi tak sebanyak saat momen puasa. Kolang-kaling banyak dijajakan untuk isian tambahan menu kolak berbuka.

Selain itu, juga dijadikan tambahan menu es campur berbuka puasa.

Baik di pinggir jalan maupun di berbagai pasar modern dan tradisional kini mulai bermunculan para pedagang kolang-kaling.

Baca Juga: PBNU: Awal Ramadhan 1442 Hijriah Jatuh pada Selasa 13 April 2021

Bentuknya yang khas, berwarna putih dan bulat lonjong dapat dikenali siapapun. Terlebih teksturnya yang licin dan lengket, menjadi ciri kuat biji pohon aren itu.

Salah satu pedagang kolang-kaling di Pasar Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), Marta Wijaya mengaku, setiap tahunnya menjual biji pohon aren itu saat momen puasa Ramadhan.

Pandemi Covid-19 membuat Marta merasa penjualan kolang-kaling tak semujur tahun-tahun sebelumnya. Ini merupakan tahun kedua penjualannya menurun.

Kepada SuaraJakarta.id Marta bercerita, biasanya dalam satu-dua hari 2 kuintal kolang-kaling miliknya ludes diserbu warga. Tetapi saat ini, dengan jumlah yang sama, dalam tiga hari saja belum tentu habis.

"Saat ini satu kuintal 2 hari nggak abis, sebab gara-gara ada Corona. Dulu awal puasa dua kuintal tiap hari habis. Tapi sekarang, 50 kg nggak habis," katanya bercerita ditemui di Pasar Serpong, Senin (12/4/2021).

Baca Juga: Marhaban Ya Ramadhan, Download PDF Jadwal Imsakiyah Jakarta versi PBNU

Marta Wijaya, pedagang kolang-kaling tahunan saat momen puasa Ramadhan di Pasar Serpong, Tangsel, Senin (12/4/2021). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]

Marta mengaku dirinya berjualan kolang-kaling hanya memanfaatkan momen. Sehari-hari, dia berjualan pete, jengkol dan telor tebu di Pasar Serpong.

Setiap Ramadhan, dia mencari peruntungan dengan nyambi jualan kolang-kaling. Hal itu lantaran pete, jengkol dan telor tebu tak lagi menjanjikan untuk dijadikan penghasilan utama.

Pasalnya, dia pernah rugi dari modal Rp 8 juta, dia hanya mendapat Rp 3 juta dari hasil penjualan. Sisa dagangannya, layu dan banyak dimakan sendiri, dibagi-bagi bahkan dibuang lantaran sudah busuk.

Pria yang telah berusia lebih setengah abad itu menuturkan, dalam menjual kolang-kaling dia tak sendiri. Modalnya jualan kolang-kaling merupakan hasil patungan dengan temannya bernama Mad Ita.

"Lebih enak patungan. Biar lebih aman dan bareng-bareng nyari rejekinya," tuturnya.

Marta mendapatkan kuintalan kolang-kaling itu dari Bogor. Dia menjualnya Rp 20 ribu per kg. Tak mudah menurutnya menjual kolang-kaling.

Selain pembeli yang menawar dengan harga paling miring, juga cara menjaga agar kolang-kaling tetap terjaga kualitasnya.

Tantangan utamanya banyak pelanggan yang berniat membeli langsung memegang kolang-kaling yang ada di bak itu.

Jika kondisi tangannya kotor, maka akan mencemari kolang-kaling satu bak. Misalnya akan cepat masam dan merubah warnanya jadi menguning.

"Sebenarnya nggak gampang buat jualan kolang-kaling ini, karena kita nggak tahu tangan pelanggan yang menyentuh kolang-kalingnya bersih atau enggak. Kalau kotor, maka berpengaruh ke kualitasnya," ungkapnya.

Marta Wijaya, pedagang kolang-kaling tahunan saat momen puasa Ramadhan di Pasar Serpong, Tangsel, Senin (12/4/2021). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]

Untuk mengantisipasi itu, dia dan temannya selalu menyediakan satu ember air bersih. Hal itu menjadi item pengeluaran.

"Untuk satu ember biasanya bayar Rp 2-3 ribu, sama tukang yang ngangkutnya ya total Rp 5 ribu lah. Ya jadi keuntungannya kepotong buat itu," paparnya.

Dia berharap pandemi Covid-19 segera usai. Sehingga aktivitas bisa normal lagi dan ekonomi pun pulih. Termasuk penghasilannya dari menjual pete, jengkol dan kolang-kaling.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Load More