Scroll untuk membaca artikel
Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut
Minggu, 25 Juli 2021 | 17:38 WIB
Ranni Novianti Yasinta, seorang guru muda (Sisi paling kiri) menjadi relawan pemulasaraan jenazah Covid-19. (Ist)

“Bagi yang menerima tinggal ceklis tanda menerima di kolom perjanjian. Bagi yang menolak juga tinggal ceklis menolak. Tapi segala risikonya menjadi tanggung jawab mereka,” jelas Ranni.

“Yang penting kami sudah memberikan penjelasan, penolakan juga tidak bisa dilakukan dengan mudah, karena prosedurnya banyak dan ribet,” sambungnya.

Tak Lupakan Profesi Guru

Mengemban tugas sebagai relawan menuntut Ranni harus bisa membagi waktu dengan tugas utamanya sebagai seorang guru.

Baca Juga: Kematian Meningkat, Satgas Desa Ikut Bantu Pemakaman dan Pemulasaraan Jenazah Covid-19

“Jadikan saya hanya sebagai relawan, profesi utama sebagai guru tetap saya jalankan,” ujarnya.

Beruntung, karena proses belajar mengajar tatap muka secara langsung ditiadakan, membuatnya memiliki banyak waktu.

Sejak pembelajaran dilakukan secara daring, durasi proses mengajar menjadi lebih singkat, sehingga sisa waktu
dimanfaatkan Ranni untuk bertugas sebagai relawan.

“Biasakan mengajar sampai pukul tiga, tapi sekarang hanya sampai jam 12. Jadi kami guru-guru pulang lebih awal,” tuturnya.

Dirahasiakan Dari Keluarga

Baca Juga: Muncul Kasus Kematian Covid-19 Saat Isoman, BPBD DIY Buka Layanan Pemulasaraan Jenazah

Memutuskan menjadi relawan Satgas Covid-19, sempat membuat Ranni menyembunyikannya, karena khawatir keluarga besarnya menentang. Kata Ranni saat mendaftarkan diri untuk jadi relawan, dia tidak memberi tahu orang tuanya, hingga akhirnya berterus terang.

Load More