Scroll untuk membaca artikel
Erick Tanjung | Fakhri Fuadi Muflih
Senin, 29 November 2021 | 15:24 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat temui kalangan buruh protes soal UMP DKI di Balai Kota. (Suara.com/Fakhri)

SuaraJakarta.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku terpaksa menaikan nilai Upah Minimum Provinsi/UMP DKI Jakarta hanya 0,85 persen atau Rp37.749. Sebab, ia mengacu pada formula penentuan UMP dari Kementerian Ketenagakerjaa yang dinilai tidak cocok dengan kondisi di DKI.

Menurut Anies, ketika tahun 2020 menetapkan kenaikan UMP 2021 hanya dengan jumlah 3,6 persen dengan penyesuaian adalah jumlah yang wajar karena pandemi Covid-19.

"Tapi 2022 (kenaikan UMP) hanya 0,85 persen, kami pun berpandangan ini angka terlalu kecil untuk buruh di Jakarta," kata Anies.

Meski pandemi, Anies menyebut tidak semua sektor jadi terdampak. Banyak juga usaha lainnya yang justru mengalami pertumbuhan di masa pandemi Covid-19.

Baca Juga: Ketua Pelaksana Formula E Jakarta: Lokasi Akan Diumumkan Sebelum Natal

"Nih yang bikin masker tumbuh tidak? Tumbuh. Tapi yang hotel, tumbuh tidak? Tidak. Jadi ada situasi dimana sebagian merasakan pertumbuhan dan sebagian merasakan pengurangan," ujarnya.

Dia pun mengakui terpaksa mengeluarkan Keputusan Gubernur/Kepgub tentang kenaikan UMP hanya 0,85 persen karena masalah tenggat waktu. Pasalnya, semua daerah harus mengeluarkan ketetapan nilai UMP 2022 sebelum 20 November 2021.

"Kami terpaksa keluarkan Kepgub, karena bila tidak dikeluarkan, maka dianggap melanggar. Tapi kami bilang ini tidak cocok dengan situasi di Jakarta," tuturnya.

Karena itu, meski sudah mengeluarkan Kepgub, Anies sudah menyurati Kemenaker. Ia meminta adanya revisi formula penentuan nilai UMP di Jakarta agar bisa dinaikan.

"Kami ingin agar kesepakatan segera bisa terwujud dan nantinya di Jakarta bisa merasakan keadilan," pungkasnya.

Baca Juga: Temui Massa Buruh di Depan Balai Kota, Anies Bilang Begini

Load More