Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Selasa, 05 April 2022 | 05:05 WIB
Dokumentasi - Situasi kepadatan masyarakat di Jalan Dalem Kaum, Kota Bandung, Jawa Barat, saat ngabuburit, Selasa (4/5/2021). [ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi]

SuaraJakarta.id - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyoroti fenomena ngabuburit saat Ramadhan. Ia menilai hal itu bisa berpotensi pada penyebaran Covid-19.

Ditambah lagi dengan pelonggaran-pelonggaran terkait PPKM di mana akan menambah besar kemungkinan interaksi yang terjadi.

"Bicara potensi penyebaran, sebetulnya ngabuburit itu orang bukan makan minum, yang terjadi orang banyak yang jalan berkerumun, yang tidak boleh itu kan berkerumunnya," kata dia, dikutip dari Antara.

Karena itu, menurut Dicky, harus ada pengaturan soal ngabuburit atau buka bersama itu seperti dilakukan di tempat yang luas atau luar ruangan.

Baca Juga: Bukan Cuma Ngabuburit, Warga Cianjur Biasa Lakukan Ini selama Bulan Suci Ramadhan

"Orang jalan silakan, tetapi yang dikurangi adalah aktivitas terlokalisir itu," katanya.

Artinya yang harus dibiasakan adalah tetap memakai masker dan ini menjadi hal yang sangat penting.

Misalnya, ketika beli takjil, penjual berisiko lebih besar menularkan ketika tidak menerapkan protokol kesehatan. Apalagi jika belum divaksin.

"Karenanya minimal dosis dua vaksin sudah harus didapatkan," katanya.

Meski demikian, Dicky mengakui dalam masa Ramadhan dan Idul Fitri ini peningkatan kasus Covid-19 akan sulit untuk dihindari karena berbagai faktor yang ada.

Baca Juga: 5 Tontonan Menarik Untuk Mengisi Waktu Ngabuburit

"Tapi mudah-mudahan tidak sebesar Lebaran sebelumnya karena orang yang divaksin jauh lebih banyak, ini pun dengan catatan tidak adanya varian baru yang bisa memperburuk," katanya.

"Saat ini yang dikhawatirkan hanya satu varian Covid-19, yakni BA2. BA2 ini cukup rawan terutama untuk lansia, komorbid dan immunocompromise yang menurun atau belum mendapatkan booster atau bahkan belum vaksinasi dosis kedua," katanya.

Di samping itu, ia menilai keputusan penutupan kantin saat pelaksanaan PTM 100 persen sudah tepat. Namun, ia khawatir siswa jajan di luar sekolah.

Dicky menyebutkan, jajan di luar sekolah bagi siswa akan lebih berisiko tertular Covid-19 karena lebih sulit diterapkan protokol kesehatan (prokes).

"Kalau di kantin semuanya sudah divaksin itu jauh lebih aman, kantin yang letaknya di dalam sekolah kan bisa menerapkan protokol kesehatan, justru yang di luar sekolah itu lebih sulit," kata Dicky.

Karena itu, menurut Dicky, tidak ada jaminan bahwa dengan kantin yang tidak buka menjadi lebih sedikit interaksi karena jajanan di luar sekolah itu lebih banyak.

"Jadi lebih banyak godaan dan tempatnya di luar," katanya.

Load More