Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Minggu, 24 April 2022 | 14:13 WIB
Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir - (Instagram/@nadirsyahhosen_official)

SuaraJakarta.id - Polarisasi politik yang tersisa usai pemilihan presiden (pilpres) beberapa tahun silam masih diwariskan hingga kini. Sebutan kadrun dan cebong yang ditujukan kepada pendukung capres kala itu hingga kini terus dilestarikan di media sosial.

Pun kekinian orang-orang yang kritis kepada pemerintah dicap sebagai kadrun, sebaliknya bagi yang pro dicap sebagai cebong.

Tak ayal penyematan label tersebut pun pernah dialami Najwa Shihab hingga mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti hingga kekinian ditujukan kepada mantan Aktifis Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany.

Merespons makin runcingnya fenomena tersebut, Tokoh Nadhlatul Ulama (NU) Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir mengaku tak habis pikir dengan polarisasi yang kini makin menjadi. Bahkan kepada sosok yang idealis seperti Najwa Shihab, Susi Pudjiastuti hingga Tsamara Amany yang dicap kadrun.

Baca Juga: Siapa Tsamara Amany? Politisi yang Mundur dari PSI hingga Dicap Kadrun

"Jadi gini, 3 orang ini: Bu Susi, Najwa dan Tsamara mendadak dikadrunkan. Padahal mereka gak pernah minta Jokowi mundur, nggak dukung khilafah atau 212 dan pakai jilbab aja enggak," heran Gus Nadir melalui akun twitternya  yang dikutip Suarasurakarta.id.

Tak hanya itu, Gus Nadir menganggap kalangan yang memberikan label-label tersebut sebagai fasis.

"Jadi, kenapa? Karena dianggap melawan arus polarisasi bangsa either you’re with us or with kadrun. Fasis!" sambung Gus Nadir.

Hingga akhirnya cuitan Gus Nadir tersebut menarik perhatian warganet yang sebagian besar dari mereka menyampaikan keresahan serupa.

"Kenapa fenomena labeling seperti ini baru terjadi di rezim ini? Kenapa beda pikiran menjadi sesuatu yang haram? Bukankah demokrasi mensyaratkan adanya beda pikiran? Tidak ada lagi kehangatan sebagai warga negara yang bisa berbeda pendapat, berdiskusi bahkan berdebat. Semuanya mesti dalam 1 pikiran. Set back," ucap akun @ToroMoha**.

Baca Juga: Tsamara Amany Tandai Akun Humas Polri Soal Serangan Rasial, Ini Reaksi Polri

Respon lain pun disampaikan warganet yang menyebut jika sampai hari ini tidak ada satu tokoh pun yang bisa menyelesaikannya.

"Berbeda pandangan politik sebenarnya hal biasa di negara menapun. Tapi labeling kadrun atau kampret atau apapun itu terhadap lawan politik saya pikir salah. Akhirnya dari 2014 sampai sekarang kita terpolarisasi. Dan sampai sekarang tidak ada satu tokohpun yang bisa menyelesaikan," ungkap akun @SutanHasi**.

Tak hanya itu, ada juga warganet yang menilai, hingga hari ini polarisasi politik telah sampai pada tahap yang memprihatinkan.

"Mengkritisi kebijakan pemerintah dianggap kadrun, mengapresiasi kinerja pemerintah dianggap cebong. Polarisasi sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan," kata akun @hans_wira**.

Sementara itu, warganet lainnya mencurigai adanya desain di balik layar yang melanggengkan polarisasi politik.

"Dibuat jadi terpolarisasi jadi dua ekstrim. Mungkin ini yang diinginkan pihak-pihak tertentu di belakang layar?," tandas akun @_saty**.

Load More