Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Jum'at, 02 September 2022 | 15:36 WIB
Putri Candrawathi saat melakukan rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Selasa (30/8/2022). [YouTube Polri TV]

SuaraJakarta.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengeluarkan kesimpulan hasil penyelidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Salah satu kesimpulannya terdapat dugaan kuat tindak kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi di Magelang, pada 7 Juli 2022. Kesimpulan itu menuai pro kontra baru.

Terkait ini, Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menganggap, kesimpulan Komnas HAM soal adanya dugaan kuat kekerasan seksual Brigadir J kepada Putri Chandrawati sebagai 'umpan' penyelidikan.

"Itu kan umpan dari Komnas HAM kepada polisi untuk adakan lidik," kata Adrianus saat dikonfirmasi SuaraJakarta.id—grup Suara.com—pada Jumat (2/9/2022).

Baca Juga: Polri Tak Menahan Tersangka Putri Chandrawati, Fadli Zon : Jadi Catatan Diskriminasi Hukum yang Nyata

Menurutnya, jika nanti pihak kepolisian melakukan penyelidikan terkait dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi di Magelang, bisa dibuat laporan baru untuk lakukan penyelidikan.

"Jika polisi merasa ada kesulitan dari sisi legalitas, maka Putri dan Sambo bisa diminta membuat Laporan Polisi Tipe B. Jadi walaupun pihak terlapor sudah MD (meninggal dunia—red), namun tetap bisa dijadikan dasar untuk lidik," paparnya.

Diketahui, pada saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dan istrinya, tak menunjukkan adanya rekonstruksi kekerasan seksual di Magelang.

"Jelas tidak diperagakan wong terduga pelakunya, kalau benar, sudah MD," pungkas Adrianus.

Kriminolog UI Adrianus Meliala [suara.com/Maidian Reviani]

Kesimpulan dan Rekomendasi Komnas HAM

Baca Juga: Menyangkut Marwah Polri, ISESS Desak Obstruction of Justice Kasus Brigadir J Dituntaskan

Sebelumnya, Komnas HAM telah menyelesaikan penyelidikannya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Hasilnya ada sejumlah kesimpulan dan rekomendasi kepada Polri yang menangani kasus ini yang tertuang dalam laporannya.

Berikut lima kesimpulan Komnas HAM terkait kasus Brigadir J:

  1. Telah terjadi peristiwa kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 di Rumah Dinas eks Kadiv Propam di Duren Tiga Nomor 46 Jakarta Selatan.
  2. Peristiwa pembunuhan Brigadir J dikategorikan sebagai tindakan Extra Judicial Killing.
  3. Berdasarkan hasil autopsi pertama dan kedua ditemukan fakta tidak adanya penyiksaan terhadap Brigadir J, melainkan luka tembak.
  4. Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Sdri. PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022.
  5. Terjadinya Obstruction of Justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J.

"Berdasarkan kesimpulan dari temuan dan analisis fakta peristiwa terkait peristiwa pembunuhan Brigadir J, Komnas HAM RI menyampaikan rekomendasi Kepada Kepolisian Republik Indonesia sebagai Institusi Negara yang memiliki kewenangan penegakan hukum di Indonesia," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat menggelar konferensi pers di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2022).

Komnas HAM serahkan rekomendasi penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir J ke Polri, Kamis (1/9/2022). [ANTARA]

Adapun rekomendasi Komnas HAM sebagai berikut:

  1. Meminta kepada Penyidik untuk menindaklanjuti temuan fakta peristiwa oleh Komnas HAM RI dalam proses penegakan hukum dan memastikan proses tersebut berjalan imparsial, bebas intervensi, transparan serta akuntabel berbasis scientific investigation.
  2. Menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri PC di Magelang dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan-kerentanan khusus.
  3. Memastikan penegakan hukumnya tidak hanya sebatas pelanggaran disiplin atau kode etik, tapi juga dugaan tindak pidana dan tidak hanya terhadap terduga pelakunya saja tapi juga semua pihak yang terlibat baik dalam kapasitas membantu maupun turut serta.
  4. Meminta kepada Inspektorat Khusus untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik setiap anggota kepolisian yang terlibat dan menjatuhkan sanksi kepada anggota kepolisian yang terbukti melakukan Obstruction Of Justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J sesuai dengan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    • Sanksi Pidana dan Pemecatan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti bertanggung jawab, memerintahkan berdasarkan kewenangannya membuat skenario, mengonsolidasikan personil kepolisian dan merusak serta menghilangkan barang bukti terkait peristiwa kematian Brigadir J.
    • Sanksi Etik Berat/Kelembagaan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti berkontribusi dan mengetahui terjadinya obstruction of justice terkait peristiwa kematian Brigadir J.
    • Sanksi Etik Ringan/Kepribadian kepada semua anggota kepolisian yang menjalankan perintah atasan tanpa mengetahui adanya substansi peristiwa dan/atau obstruction of justice.
  5. Menguatkan kelembagaan UPPA menjadi direktorat agar dapat menjadi lebih independen dan profesional dalam penanganan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.
  6. Mengadopsi praktik baik dalam penanganan pelaporan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri. PC pada kasus lain perempuan berhadapan dengan hukum.
  7. Meminta kepada Kapolri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penanganan perkara hukum yang melibatkan pejabat utama kepolisian serta membangun standar pelibatan Lembaga pengawas eksternal kepolisian.
  8. Melakukan upaya pembinaan terhadap seluruh anggota kepolisian negara Republik Indonesia agar dalam menjalankan kewenangannya untuk tetap patuh pada ketentuan Perundang-undangan yang berlaku serta memegang teguh prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta memenuhi azas keadilan dan sesuai dengan standar hak asasi manusia sebagai upaya penjaminan peristiwa yang sama tidak berulang kembali.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Load More