SuaraJakarta.id - Kemegahan patung Jenderal Soedirman di Purbalingga, Jawa Tengah, boleh saja jadi kebanggan warga setempat. Namun nasib kehidupan sang pematung di Jakarta tak seindah karya-karyanya.
Dia adalah Azmir Azhar (68), pematung realis kawakan kelahiran Payakumbuh, Sumatera Barat. Kini ia harus menelan pil pahit kehidupan lantaran dirinya bersama keluarganya terancam diusir dari tempat tinggalnya saat ini di saat pandemi, karena tak bisa membayar uang kontrakan.
Awal cerita dimulai dari jurnalis Suara.com yang melihat unggahan-unggahan sang maestro di Instagram.
Lewat Instagram Story dengan nama akun @azmir_azhari, sang maestro kerap membagikan keluh kesahnya terkait kesulitan yang ia alami sebagai seniman di masa senjanya.
Baca Juga:Wujudkan Patung Didi Kempot, Seniman Bantul Ini Sampaikan Pesan Menyentuh
Hari ini, Jumat (4/12/2020), Suara.com akhirnya berinisiatif datang menemui pematung fenomenal tersebut di kediamannya di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat untuk mengetahui apa yang terjadi.
Sesampainya di depan rumah beliau, seorang pria tua dengan kaus polo berwarna biru dongker dan celana pendek keluar dan membukakan pintu. Ya, dia adalah Azmir sang pematung fenomenal tersebut.
Respons positif diterima, Azmir mempersilakan Suara.com masuk ke kediamannya untuk mendengarkan terkait kesulitannya yang ia alami bersama keluarga saat ini.
"Ayo masuk, masuk. Maaf rumahnya berantakan," kata Azmir.
Ia kemudian mempersilakan duduk. Azmir lalu mengeluarkan dan menunjukkan sejumlah karya-karyanya.
Baca Juga:Soal Pembangunan Patung Didi Kempot, Begini Kata Istri
Patung mendiang Taufik Kiemas dikeluarkan pertama, disusul maket patung almarhum Didi Kempot garapan baru yang ia kerjakan juga dipamerkan.
Tak lama istri Azmir, Asih keluar. Mereka berdua lalu menceritakan tentang apa yang terjadi. Menurutnya, semua diawali sejak 2010 silam ketika Pasar Seni Ancol tak ramai lagi pengunjung. Orderan yang diterimanya untuk mematung pun sepi.
Sejak saat itu ia mengaku sudah mulai kesulitan untuk mendapatkan penghasilan. Orderan patung dengan harga murah mau tak mau diambil oleh Azmir. Alasannya, agar dapur di rumahnya tetap ngebul.
Kendati begitu, orderan yang diterima dengan harga murah tersebut tidak banyak. Azmir masih belum bisa menghidupi keluarganya. Sampai pada 2013 malapetaka kembali datang.
Azmir didiagnosa sakit jantung. Penyakit tersebut memaksanya harus menguras tabungannya yang sedianya dipakai untuk membeli rumah, mencukupi keluarganya di masa depan pun habis untuk biaya penyembuhan.
Selama kurang lebih 3 tahun Azmir hanya berkutat untuk penyembuhan penyakitnya. Di masa penyembuhan tersebut ia harus kehilangan banyak pesanan patung.
Sampai pada 2016, terjadi peristiwa robohnya Patung Jenderal Soedirman yang ia garap di Purbalingga. Peristiwa itu membuat namanya meredup.
"Patung Jenderal Soedirman roboh. Akhirnya saya diminta mantan Bupati Purbalingga untuk merekonstruksi ulang. Saya terpaksa mengerjakannya. Nah hal itu menjatuhkan nama saya karena dianggap patungnya kok gitu baru 10 tahun sudah rusak," kata Azmir.
Padahal, lanjut Azmir, penyebab jatuhnya patung tersebut adalah lantaran pemerintah setempat minim melakukan perawatan.
Belum lagi, kata dia, bahan yang digunakan dalam membuat patung tersebut bukan kualitas terbaik lantaran Pemda setempat hanya memiliki biaya terbatas dan menolak menggunakan logam.
"Semenjak saat itu tabungan saya terus menipis. Saya serba kekurangan," katanya.
Mulai Kekurangan
Azmir pun kemudian meminta bantuan kepada Pemprov DKI Jakarta pada 2017 yang kala itu dipimpin oleh Djarot Syaiful Hidayat. Djarot merespons positif mau membantu dengan membeli karya Azmir serta mengajak bermitra.
Karya yang dibeli oleh Djarot kala itu adalah patung realis mendiang Taufik Kiemas yang notabene merupakan suami dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. Bantuan tersebut seperti memberikan napas baru buat Azmir dan keluarga.
Patung Taufik Kiemas yang dipesan Djarot akhirnya selesai digarap oleh Azmir. Tapi Djarot kala itu sudah tak lagi menjabat di DKI, ia kemudian sibuk bertarung pada kontestasi Pilkada Sumatera Utara 2018.
Kemitraan yang sempat dijanjikan pun urung dilaksanakan. Azmir kembali kekurangan.
"Nah sisa uang dari pesanan patung pak Taufik itu akhirnya saya pakai untuk pindah rumah dari Kompleks DPR 79 ke rumah kontrak yang sekarang dengan harapan ada kelanjutan kemitraan tapi sayang tidak ada," kata Azmir seraya kecewa.
Azmir dan keluarga kembali terseok-seok. Pesanan patung yang datang hanya dari pihak kedua bukan lagi pemerintahan dengan harga yang tak seberapa. Itu pun tidak berlangsung secara berkelanjutan.
Keadaan ekonomi Azmir terus memburuk. Ia tak memiliki penghasilan lantaran tak pesanan patung sama sekali tidak ada hingga sekarang.
Sebenarnya, anak Azmir turut membantu memulihkan perekonomian dengan cara berdagang roti via daring hingga menjelang akhir 2019.
Namun, usaha anak Azmir kekinian tak berlanjut lantaran adanya kecelakaan plafon rumah ambruk dan menimpa anaknya tersebut. Lalu Azmir meminta anaknya untuk tinggal di tempat lain.
Terancam Diusir
Kini Azmir dan keluarga bingung harus ke mana mencari penghasilan. Padahal dari tangan Azmir banyak menelurkan karya-karya besar.
Sebut saja seperti Patung Jenderal Soedirman dan patung knalpot di Purbalingga. Kemudian ada Patung Pesut Mahakam di Samarinda, Patung Kapten Pierre Tendean di Museum Satria Mandala, patung monumen maskot Provinsi DKI Jakarta Elang Bondol dan masih banyak lainnya.
Kendati begitu, Azmir masih belum diakui oleh pemerintah. Hal itu tercermin dari sulitnya direalisasikan bantuan dari pemerintah. Ia dan keluarga sempat mengajukan juga bantuan dengan mendatangi Kementerian Koordinator PMK pada pertengahan 2019 silam.
Di sana Azmir sempat direspon positif, pihak Kemenko PMK memberikan rekomendasi untuk sang maestro melakukan audiensi dengan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perihal permohonan bantuan.
"Dirjen Kebudayaan enggak menanggapi, suratnya tuh berputar ke mana-mana. Akhirnya setiap hari Jumat anak saya ke sana (Kemendikbud) tapi di sana dibilang belum ada tanggapan atau solusinya," tuturnya.
Hingga kini Azmir dan keluarga masih terus berusaha mencoba mencari titik temu dengan pihak Kemendikbud. Ditambah lagi kekinian situasi pandemi Covid-19 melanda Indonesia membuat keadaan Azmir semakin sulit.
Rumah yang ia tempati terpaksa uang sewanya per bulan Rp 5 juta tak bisa terbayarkan.
"Kami dikasih waktu sampai 12 Desember ini. Kami biasa dicicil per bulan Rp 5 juta bisa kami bayar. Tapi kali ini benar-benar sulit. Kami sudah minta sama pemilik rumah paling tidak sampai Januari tapi tidak dikasih," tuturnya seraya memelas.
Garapan terbaru yang sedang ia kerjakan adalah maket patung realis penyanyi campur sari legendaris mendiang Didi Kempot.
Rencananya patung yang sudah diajukannya itu kepada Pemkot Surakarta akan dipasang di Stasiun Balapan, Solo. Tetapi masih akan dibahas oleh BAPPEDA Surakarta pada awal 2021.
Patung tersebut ia garap atas inisiatif sendiri, berawal dari kecintaan Azmir terhadap lagu-lagu Didi Kempot.
Terakhir, Azmir dan keluarga hanya bisa berharap datangnya bantuan tak terduga. Tak muluk-muluk, sang maestro lulusan ASRI Yogyakarta dan sekarang berubah menjadi ISI Yogyakarta, tersebut hanya ingin direlokasi dan diberikan hunian yang layak dari pemerintah agar bisa terus berkarya untuk negara yang ia cintai.
"Kita harapan sih kita minta rekognisi, kemitraan, apresiasi dari pemerintah. Di samping itu, kami harap pemerintah merelokasi kami. Kasih kami tempat lah, capek kami berpindah-pindah terus," tutup sang maestro.