SuaraJakarta.id - Kuasa Hukum Pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat meminta kepada Majelis Hakim untuk bisa menghadirkan kliennya secara langsung dalam persidangan. Hal itu dilakukan disebut agar mempermudah komunikasi.
Permintaan kuasa hukum Jumhur tersebut disampaikan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/1/2021) siang.
"Kami meminta ya mulia agar persidangan digelar secara langsung dimana terdakwa dihadirkan di ruang sidang untuk melindungi haknya perihal hukumnya itu permohonan kami sebenarnya," kata Kuasa Hukum Jumhur M Isnur.
Menurutnya, hal yang menjadi keberatan kuasa hukum, Jumhur ketika mengikuti persidangan secara daring tidak diperlihatkan secara penuh ruangan tahanan. Isnur menilai hal tersebut telah melanggar aturan persidangan secara daring.
Baca Juga:Jalani Sidang, Pentolan KAMI Jumhur Didakwa Picu Demo Rusuh UU Ciptaker
"Walaupun kami pahami situasi pandemi jelas bahwa kalau mau sidang eletronik bahwa harus memperlihatkan keseluruhan tempat tahanan terdakwa di sana," ungkapnya.
Sementara itu, Majelis Hakim menanggapi permintaan kuasa hukum Jumhur tersebut. Hakim menjelaskan mengapa Jumhur tak dihadirkan secara langsung di persidangan.
Menurut Hakim kekinian situasi pandemi memang memaksa persidangan digelar secara virtual. Hal tersebut mencegah adanya penyebaran virus corona.
"Ini situasi pandemi jadi kami di ruang sidang menghindari penyebaran corona. Yang dibolehkan hadir di ruang sidang pun hanya beberapa persen," tutur Majelis Hakim.
Sebelumnya, Jumhur didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya di Twitter soal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca Juga:Petinggi KAMI Jumhur Hidayat Didakwa Sebar Hoaks Pemicu Demo Rusuh
Jumhur juga dianggap dengan cuitannya membuat masyarakat menjadi berpolemik. Hal tersebut berimbas kepada aksi unjuk rasa pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
"Bahwa terdakwa dalam menyebarkan informasi melalui akun Twitternya tersebut terdakwa memasukkan tulisan yang berisi kalimat-kalimat yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yaitu golongan pengusaha dan buruh," tutup jaksa bacakan dakwaan.
Atas dasar hal tersebut Jumhur dalam dakwaan dijerat dengan dua pasal alternatif. Pertama, dia dijerat Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari Undang-Undang RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.