Tenaga Medis COVID-19 Wisma Atlet Dipecat karena Tuntut Insentif Nakes

Dia pun akhirnya diberhentikan tanpa alasan jelas sebagai tenaga kesehatan yang menangani pasien COVID-19.

Pebriansyah Ariefana
Rabu, 12 Mei 2021 | 12:13 WIB
Tenaga Medis COVID-19 Wisma Atlet Dipecat karena Tuntut Insentif Nakes
Sejumlah tenaga non medis menyiapkan makanan untuk tenaga kesehatan dan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Jumat (22/1/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraJakarta.id - Tenaga medis COVID-19 Wisma Atlet dipecat karena tuntut insentif nakes. Insentif nakes tidak dibayar pemerintah sejak November 2020.

Hal itu dibongkar oleh salah satu tenaga media yang tidak ingin disebutkan namanya. Dia tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Utara.

Dia mengaku beberapa kali mendapat tekanan saat bicara untuk meminta hak insentifnya yang tak kunjung dibayarkan sejak November 2020 hingga kini.

Dia pun akhirnya diberhentikan tanpa alasan jelas sebagai tenaga kesehatan yang menangani pasien COVID-19.

Baca Juga:Pemprov Sulsel Siapkan Wisma Atlet Palembang Buat Isolasi Pasien Covid-19

Sebelum diberhentikan, ia sempat ditugaskan untuk program vaksinasi dan instruktur dalam pengarahan relawan baru.

"Dari November sampai April 2021, negara mengabaikan hak-hak kami sebagai tenaga kesehatan. Kami punya tunggakan dari November, Desember 2020, kemudian berlanjut dari Januari hingga April 2021," ujarnya saat konferensi pers yang diselenggarakan Konsorsium Masyarakat Sipil, Selasa (11/5/2021).

Konsorsium tersebut terdiri dari LaporCovid19, Indonesia Corruption Watch (ICW), Lokataru, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Menurutnya, sebagai tenaga kesehatan, ia tidak sepenuhnya mendapat perhatian dari negara. Meski disebut sebagai relawan, ia merasa insentif yang diberikan mestinya dijamin undang-undang, bahkan Peraturan Menteri Kesehatan.

Dia menyebut RSDC Wisma Atlet adalah salah satu rumah sakit yang memiliki banyak sumber daya manusianya, yakni untuk perawat ada sekitar 1.500 orang.

Baca Juga:Nakes Ini Dipecat Gegara Tuntut Pencairan Dana Insentif Covid-19

Berdasarkan data dari Jaringan Nakes Indonesia, hingga Mei 2021 ada 1.500 tenaga kesehatan di Indonesia yang tak kunjung menerima insentif sejak November 2020 sampai April 2021.

Ia sebagai relawan tenaga kesehatan di Wisma Atlet hanya menerima pendapatan dari insentif, bukan dari gaji seharusnya.

Nelson Nikodemus Simamora, pengacara LBH menyebut kejadian yang dialami Indah adalah bentuk pembungkaman yang bertentangan dengan hak-hak korban. Ia menyebut hal ini merupakan serangan terhadap korban yang dilindungi berdasarkan berbagai peraturan.

Menurut Nelson, meski bukan dalam konteks pidana, pengadu berhak tidak mendapat tindakan pembalasan atas pengaduan yang diberikan. Ia menyebut, dalam konteks, baik perdata, pidana maupun tata usaha negara, tidak diperbolehkan tindakan balasan terhadap orang-orang yang melakukan atau menyuarakan haknya secara damai.

Nelson menekankan insentif bagi tenaga kesehatan ini sangat penting, karena mereka tidak menerima gaji dan sudah mempertaruhkan nyawanya untuk merawat orang-orang yang terinfeksi COVID-19.

"Apa imbalan atau sumbangsih negara (terhadap nakes)? Sebetulnya take and give saja begitu. Nakes memberi tenaganya untuk melakukan perawatan terhadap korban COVID-19," katanya.

Nelson yang saat itu menjadi pengacara publik Indah, bercerita kejadian yang dialami kliennya.

"Saat saya telepon Indah, ia sedang diperiksa oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) di Wisma Atlet. Ketika saya tanya dalam urusan apa diperiksa, AKBP itu menjawab bahwa itu dalam hal pemeriksaan pelanggaran kode etik. Namun, tidak ada surat perintah, hanya pemeriksaan internal," ujarnya.

Nelson menambahkan, perlakuan yang juga dialami Indah, seperti pengambilan kartu tanda pengenal, sehingga Indah tidak bisa bebas beraktivitas. Lalu, kata dia, kliennya juga pernah dibawa ke dalam satu ruangan rapat yang isinya tentara dan polisi. Indah pun pernah diminta membuat surat pernyataan penyesalan perbuatan.

Firdaus Ferdiansyah, relawan LaporCovid19 memaparkan beberapa temuannya tentang persoalan pembayaran insentif kepada tenaga kesehatan oleh pemerintah.

Berdasarkan data Jaringan Nakes Indonesia per 10 Mei 2021, masih ada kurang lebih 1.500 perawat yang belum menerima insentif November dan Desember 2020. Sedangkan pada Januari 2021, ada 400 perawat yang tak kunjung menerima insentif.

Temuan lainnya menunjukkan DKI Jakarta sebagai daerah yang perawatnya paling banyak belum menerima haknya sebagai relawan tenaga kesehatan. Disusul Bali, Banten, Sumatra Selatan, NTT, dan Jawa Barat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini