SuaraJakarta.id - Rumah Lengkong atau Palagan Lengkong merupakan salah satu peninggalan bersejarah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Rumah itu jadi saksi bisu gugurnya Mayor Daan Mogot diberondong peluru oleh tentara Jepang.
Lokasi Rumah Lengkong tersamarkan lantaran berada di kawasan perumahan elite di Lengkong, Serpong, Tangsel.
Bangunan Rumah Lengkong masih kokoh dengan cat tembok putih berpadu dengan warna hijau pada jendela, pintu hingga atapnya.
Baca Juga:Ini Bangunan Bersejarah di Kota Solo yang Menjadi Saksi Bisu Kemerdekaan RI
Di balik itu, bangunan tersebut menyimpan sejarah gugurnya salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia, Mayor Daan Mogot, yang saat itu menjabat direktur angkatan militer Tangerang.
Selain Mayor Daan Mogot, turut gugur pula dua perwira lainnya, yakni Letnan 1 Soebianto Djojohadikoesomo dan Letnan 1 Soetopo sebagai Polisi Tentara Resimen IV Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Serta puluhan taruna Akademi Militer (Akmil) Tangerang lainnya. Peristiwa berdarah itu terjadi pada Jumat, 25 Januari 1946.
Untuk memperingati HUT ke-76 RI, Sejarawan Kota Tangerang Selatan TB Sos Rendra menceritakan kilas balik peristiwa berdarah, untuk mengenang para pahlawan yang gugur di sebuah markas perkebunan karet itu.
Kepada SuaraJakarta.id—grup Suara.com—Rendra bercerita, peristiwa berdarah di Rumah Lengkong bermula saat Mayor Daan Mogot berencana melucuti senjata tentara Jepang yang menguasai markas di perkebunan karet di Lengkong.
Tentara Jepang itu dipimpin Kapten Abe. Mereka datang dari markas di Bogor menuju Tangerang dan singgah di Lengkong pada 25 Desember 1945.
Baca Juga:Viral Penjual Bendera Salat di Pinggir Jalan Daan Mogot, Netizen: Masya Allah
"Sebelum Mayor Daan Mogot datang, pasukan tentara Jepang dipimpin Kapten Abe, mendapat serangan dari Laskar Rakyat Serpong. Sayangnya, serangan itu gagal dan markas bekas Belanda itu berhasil dikuasai tentara Jepang," kata Rendra bercerita, Senin (16/8/2021).
Sebulan setelah itu, Mayor Daan Mogot yang geram terhadap keberadaan tentara Jepang di Lengkong, Serpong, kemudian berencana melucuti senjata para tentara Jepang. Pasalnya, saat itu Indonesia sudah merdeka.
Pada 25 Januari 1946, Mayor Daan Mogot bersama Mayor Wibowo, Letnan 1 Soebianto Djojohadikoesomo dan Letnan 1 Soetopo, serta 70 taruna Akmil Tangerang datang ke Lengkong untuk meminta tentara Jepang menyerah tanpa adanya pertumpahan darah.
Cerdiknya Mayor Daan Mogot, kata Rendra, beliau menjadikan sejumlah serdadu Inggris berkebangsaan India menyamar mengenakan seragam tentara. Hal itu agar Kapten Abe menganggap mereka adalah sekutu.
"Agar tak menimbulkan kecurigaan, lalu memakai serdadu Inggris yang dipersenjatai militer, untuk mengelabui tentara Jepang agar dianggap sekutu," ungkap Rendra.
Sesampainya di sana, Mayor Daan Mogot pun bernegosiasi dengan Kapten Abe. Salah satu diantara pasukannya, yakni Mayor Wibowo dijadikan sebagai jaminan dalam negosiasi, lalu ditahan.
Sementara Mayor Daan Mogot, Lettu Soebianto dan Soetopo serta sejumlah taruna masuk ke dalam markas Jepang tersebut. Negosiasi berjalan lancar. Kapten Abe setuju melucuti senjata dengan damai.
Tak lama berselang, keadaan berubah menjadi kacau seketika. Senjata yang dipegang oleh satu serdadu Inggris yang dibawa Mayor Daan Mogot, tak sengaja meletup.
Suara ledakan tersebut dianggap oleh Kapten Abe dan pasukan Jepang lainnya yang bersiaga, sebagai sebuah ancaman. Akibatnya, hujan peluru tak terbendung.
Mayor Daan Mogot serta pasukan lainnya pun gugur dihujani peluru oleh tentara Jepang. Sementara Mayor Wibowo selamat, namun menjadi tahanan tentara Jepang.
"Tiga perwira termasuk Mayor Daan Mogot gugur dan 34 taruna pun gugur. Sementara taruna lainnya yang selamat, kabur menaiki getek di Sungai Cisadane. Sebagian gugur tertembak dan tenggelam. Sebagian lagi kemungkinan selamat," papar Rendra.
Kini, para jasad pahlawan yang gugur itu sudah dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan di Kota Tangerang. Sedangkan Rumah Lengkong, kini dijadikan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Banten.
Ada dua bangunan di lahan yang kini dinamai Taman Daan Mogot itu. Bangunan pertama cukup luas. Dahulu dijadikan sebagai kantor, memiliki dua ruang kamar dan dua ruang tamu.
Sementara bangunan lainnya, berukuran 4x5 meter persegi yang kini dijadikan mushola.
Bangunan bersejarah itu setiap harinya dijadikan tempat beristirahat para petugas kebersihan perumahan elite yang ada di dekat Rumah Lengkong.
Bangunan tersebut terlihat telah direnovasi. Lantaran pada 2020 lalu, kondisinya memprihatinkan, tak terurus bahkan atapnya hampir roboh.
Tak hanya itu, di lokasi sekitar juga dibangun monumen peringatan yang tertera seluruh perwira dan taruna yang gugur dalam peristiwa di Rumah Lengkong.
Setiap tanggal 25 Januari, lokasi tersebut dijadikan sebagai hari peringatan peristiwa gugurnya Mayor Daan Mogot di Rumah Lengkong.
Untuk sekadar diketahui, perwira Soebianto Djojohadikoesoemo merupakan paman dari Prabowo Subianto yang kini menjabat Menteri Pertahanan Negara.
Kontributor : Wivy Hikmatullah