Menilik Bivak Belanda yang Kini Jadi Kantor Pembuatan SIM, Saksi Sejarah Pahlawan Seribu

Pos tersebut punya nilai sejarah tinggi lantaran jadi saksi bisu perang berdarah antara Belanda dengan rakyat.

Rizki Nurmansyah
Selasa, 19 Oktober 2021 | 11:05 WIB
Menilik Bivak Belanda yang Kini Jadi Kantor Pembuatan SIM, Saksi Sejarah Pahlawan Seribu
Sejarawan TB Sos Rendra (kanan) didampingi petugas menelusuri jejak sejarah bivak Belanda yang kini jadi Kantor Satpas SIM Pembantu Cilenggang, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

SuaraJakarta.id - Wilayah Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), menyimpan banyak cerita sejarah perjuangan. Mulai dari perlawanan penjajahan Belanda hingga era Jepang. Salah satu cerita sejarah yang paling dikenal adalah Pahlawan Seribu.

Cerita berdarah rakyat Serpong itu salah satunya terekam di bangunan bekas pos pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) atau dianggap warga sekitar sebagai polisinya Belanda.

Kantor pos penjagaan itu berada di pertigaan Cilenggang. Jaraknya hanya beberapa meter dari lokasi pembantaian pasukan KH Ibrahim dan Laskar Rakyat Serpong oleh Belanda di dekat Sungai Cisadane.

Serajawan Tangsel, TB Sos Rendra bercerita, bangunan tersebut juga dikenal dengan sebutan bivak atau pos polisi. Pos itu dijadikan tempat pemantauan pergerakan peralwanan yang dilakukan rakyat Serpong.

Baca Juga:Sejarah Piala Thomas Terlengkap, dari Sosok Sir George Alan Thomas

Pos tersebut dibangun dengan alas cukup tinggi dan berundak. Hal itu, kata TB Sos, sengaja dilakukan agar memudahkan pemantauan lantaran wilayah sekitar dulunya merupakan perkebunan.

Menurutnya, pos tersebut punya nilai sejarah tinggi lantaran jadi saksi bisu perang berdarah antara Belanda dengan rakyat.

Perlawanan rakyat itu dipimpin oleh KH Ibrahim pada 1946. Saat itu, KH Ibrahim membawa pasukan dari Rangkasbitung.

Tetapi, sesampainya di Cilenggang, kedatangan mereka ternyata sudah diketahui. Akibatnya, mereka terkepung karena masuk perangkap yang sudah disediakan.

Para antek Belanda, saat itu, sudah bersiap dimasing-masing posisinya sambil bersiap menarik pelatuk senjata api.

Baca Juga:Sejarah Perjanjian Roem-Royen, Isi Serta Implikasinya Pada Kemerdekaan Indonesia

"Ini gedung bekas Pos Polisinya Belanda, ketika 1946 zaman NICA sehingga ada serangan KH Ibrahim tanggal 26 April ini dari sini NICA nya, walaupun kantor pusatnya di PTPN. Mereka di sana untuk menjerat KH Ibrahim," kata TB Sos saat menyusuri bangunan bersejarah itu.

TB Sos menyebut, dari peperangan itu, KH Ibrahim dan Laskar Rakyat yang sudah terkepung tewas diberondong peluru oleh Belanda. Sehingga, ratusan orang yang ikut dalam rombongan tersebut tewas bersimbah darah, termasuk KH Ibrahim.

"Ini ada kaitannya dengan sejarah Pahlawan Seribu saat Laskar Rakyat menyerang NICA. Sehingga menyebabkan 700 mati. Sebanyak 699 orang dimakamkan di satu lubang, sementara satu lubang lagi untuk KH Ibrahim," ungkap TB Sos.

"Darah dari para pahlawan itu bahkan mencapai selutut orang dewasa dan bertahan berbulan-bulan," tambahnya.

Lama setelah peristiwa berdarah dan mulai bebas dari para penjajah, bangunan bivak itu dibiarkan terbengkalai. Informasi yang dihimpun SuaraJakarta.id, bangunan itu sempat dijadikan warung makan oleh warga yang ada di sekitar.

Tetapi, kemudian kembali diubah penggunaannya sebagai kantor Satpas SIM Pembantu Serpong Polres Tangerang Selatan. Diketahui, gedung itu mulai beroperasi sebagai pembuatan SIM pada 2014.

Dahulu, kata TB Sos, dalam bangunan tersebut terdapat sejumlah ruang tahanan atau penjara yang digunakan untuk mengurung warga sekitar oleh Belanda. Tetapi, kini penjara itu tak ada lagi.

Pasalnya, seluruh ruangan di dalamnya sudah dijadikan untuk proses pembuatan SIM. Meski begitu, bentuk bangunannya tetap dipertahankan, masih terlihat bergaya Indis. Temboknya masih sangat kokoh.

"Tapi memang ada beberapa yang sudah diubah. Seperti ruang penjara sudah tidak ada, tempat upacara pasukan Belanda di bagian depan berbentuk bulat juga sudah tidak ada," papar TB Sos.

Soal status aset sejarah, TB Sos mengaku, hanya mengetahui bahwa aset tersebut sudah milik Polri setelah sengaja disertifikasi oleh salah satu mantan Lurah pengganti yang merupakan seorang perwira kepolisian.

"Jadi asetnya saat ini tidak tercatat sebagai aset sejarah meski memiliki nilai dan jadi saksi bisu sejarah rakyat melawan Belanda. Karena asetnya sudah milik kepolisian," paparnya.

Kini bangunan bivak itu masih berdiri kokoh. Setiap harinya, ramai dikunjungi warga yang akan membuat SIM. Bangunanannya dipenuhi dengan cat berwarna putih dan biru identik dengan warna Satuan Lalu Lintas Kepolisian.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini