SuaraJakarta.id - Anggota Komisi A DPRD DKI Karyatin Subiantoro menegaskan pemberian dana hibah dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus sesuai aturan termasuk anggaran untuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI yang diduga membentuk pasukan siber (Cyber Army).
Dalam urusan dana hibah, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tersebut menyebutkan pihak pemohon harus mengajukan melalui proposal permintaan dana hibah, kemudian masuk pada Rancangan Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan pengaju wajib mempertanggungjawabkan.
"Jadi harus berdasarkan acuan, kalau memang MUI mengajukan, tentu pengajuan itu harus dipertanggungjawabkan, dengan pertanggungjawaban bukan sekedar memanfaatkan, tapi bentuk laporannya seperti apa," kata Karyatin saat reses di Cibubur, Jakarta Timur, Senin (22/11/2021).
Jika permintaan dana hibah tersebut tidak ada dalam RKPD dan tidak ada permohonan proposal, Karyatin memastikan tidak akan ada dana hibah karena tidak ada acuan.
Baca Juga:MUI Jakarta Mau Bikin Cyber Army Bela Anies, Wagub DKI: Tak Ada Arahan Khusus
"Jadi secara hukum, selama usulan itu ada proposal acuannya dan masuk dalam RKPD, ada aturannya, bukan hal yang tidak mungkin itu (cyber army), yang jelas harus bisa dipertanggungjawabkan," tutur dia.
Kendati demikian, politikus PKS ini tidak mengetahui secara pasti peruntukkan dana hibah yang besarannya diinformasikan hingga Rp 10 miliar pada MUI DKI Jakarta untuk 2022 tersebut.
"Nah itu, saya tidak tahu persis, karena itu ada di banggar besar, nanti akan kita lihat di banggar besar sampai satuan tiga. Kalau sampai sekarang saya belum tahu," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum MUI DKI Jakarta KH Munahar Muchtar menuturkan pihaknya mempersiapkan pasukan siber atau cyber army yang diharapkan mampu melawan buzzer yang menyudutkan ulama dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Baca Juga:MUI Jakarta Bikin Army Cyber untuk Bela Anies, PWNU DKI: Tak Boleh Dalam Agama
MUI DKI Jakarta beralasan Anies dianggap sudah bekerja keras demi kepentingan masyarakat Jakarta, tapi hingga kini ada pihak yang menyudutkan dengan menyebar berbagai informasi negatif melalui internet.
Tim cyber army ini bertugas untuk melawan konten yang menyerang ulama dan Anies, caranya dengan mengangkat informasi terkait keberhasilan dicapai melalui internet dan media sosial.
Wakil Sekjen PKB Luqman Hakim menilai MUI DKI Jakarta membentuk tim siber untuk melawan buzzer yang menyerang ulama dan Gubernur DKI Anies Baswedan tak lepas dari hibah Pemprov senilai Rp 10,6 miliar.
"Mengapa MUI membabi buta menyediakan diri menjadi tunggangan Anies Baswedan? Tentu tidak lepas dari bantuan yang diterima MUI dari APBD Provinsi DKI Jakarta. Sungguh sangat disayangkan hanya karena mendapat bantuan dari APBD, MUI ditempatkan sebagai subordinat kepentingan politik perorangan, yakni Anies Baswedan. Tak tahukah wahai MUI, bahwa sesungguhnya APBD itu duitnya milik rakyat, bukan milik Gubernur?" kata Luqman kepada wartawan.
Lawan Buzzer
Sementara itu, Ketua Umum MUI DKI Jakarta KH Munahar Muchtar menyatakan pembentukan cyber army untuk melawan buzzer yang menyerang ulama dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak terkait dengan dana hibah Rp 10 miliar.
"Kami membentuk pasukan siber karena saat ini marak informasi hoaks yang dapat memecah belah umat, terutama umat Islam dan ulama," kata KH Munahar Muchtar pesan singkatnya, di Jakarta, Sabtu.
Menurut Munahar, pada rapat dengan Bidang Infokom MUI DKI Jakarta, Jumat (11/10), membicarakan program ke depan serta makin banyaknya informasi yang terindikasi memecah-belah anak bangsa, terutama umat Islam dan ulama.
"Karena itu, ada gagasan dari kami untuk membentuk semacam cyber army," katanya.
Terkait dana hibah dari APBD Pemprov DKI Jakarta yang dikaitkan dengan pembentukan pasukan siber MUI DKI Jakarta, Munahar menjelaskan, anggaran itu tidak digunakan untuk mendanai cyber army, tapi untuk membiayai pelaksanaan program kerja serta kegiatan operasional MUI.
"Dana hibah hanya untuk melaksanakan program kerja serta operasional MUI, dari tingkat provinsi, kota, kecamatan, hingga kelurahan," ujarnya. [Antara]