Yummi menuturkan, saat malam hari, walau pintu dan jendelanya tertutup rapat, masih bisa mencium aroma debu batu bara. Aroma itu ia rasakan setiap saat, selagi angin membawa debu itu.
“Malam tetap kecium. Walaupun pintu, jendela ketutup, terus dibawah jendela diganjal kain, tetep kecium,” katanya.
Ibu dua anak ini menjelaskan, sudah tinggal di rusunawa empat tahun. Sejak bangunan tersebut ini diresmikan sekitar 2018 lalu, Yummi bersama keluarganya telah tinggal di sana.
Mulanya, ia berpikir polusi debu batu bara ini tidak akan berlangsung setiap hari. Namun nyatanya setiap saat, ia bersama ratusan warga lainnya mengaku bukal kali ini mengeluhkan hal ini. Namun baru kali ini keluhan warga terlihat publik.
"Kita udah lama ngeluh, tapi ya gitu-gitu aja. Nah sekarang warga udah mulai mau bersatu nih, tadi kan juga demo. Semoga yang kaya gini gak berkelanjutan, cukuplah. Kesehatan kan mahal,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, warga Marunda, Cilincing, Jakarta Utara menjadi korban pencemaran debu batu bara yang beterbangan di sekitar. Imbasnya, aktivitas warga terganggu dan anak hingga orang tua terkena penyakit kulit.
Hal ini diungkapkan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti. Retno mengaku sudah mendatangi langsung ke lokasi kejadian.
Ia menyebut awalnya mendapatkan informasi ini dari Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Jhonny Simanjuntak. Jhonny disebutnya mendapatkan keluhan dari warga setempat yang merupakan daerah pemilihan (Dapil)-nya.
Setelah diberitahu Jhonny, Retno pun mendatangi langsung lokasi sekitar Rusun Marunda. Hasilnya, ia mendapatkan kesaksian dari warga yang terkena dampak debu batu bara.
Baca Juga:Polusi Debu Batu Bara Rusak Paru-paru, Warga Marunda: Nanti Anak Kami Tak Bisa Daftar Polisi-PNS
Bahkan, debu batu bara sudah mencemari lingkungan warga setempat sejak tahun 2018. Banyak yang terkena penyakit pernapasan hingga gatal-gatal di kulitnya.