SuaraJakarta.id - Pengamat politik mengingatkan para elite politik untuk tidak menjerumuskan Presiden Joko Widodo dengan agenda perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode. Jika agenda masa jabatan tiga periode itu terus digencarkan, Jokowi bakal dicatat dalam sejarah kelam sebagai seorang presiden haus kekuasaan.
"Saya ingatkan semua pejabat dan relawan, cukong, yang masih punya energi tiga periode, perpanjangan masa jabatan. Kalau tetap nekat, Presiden Jokowi berada di ujung tanduk, bukan seorang negarawan, agenda protokol oligarki akan di buldozer kekuatan pergerakan rakyat melawan kalian," kata pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago dihubungi, Jumat (9/12/2022).
Direktur Eksekutif Voxpol Center Resarch and Consulting itu juga menyoroti sikap Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet dan Ketua DPD AA Lanyalla Mahmud Mattalitti. Pasalnya kedua tokoh itu belakangan menghembuskan isu penambahan masa jabatan Jokowi hingga penundaan Pemilu 2024.
Sebelumnya, Pangi tidak terkejut dengan isu tiga periode maupun penambahan masa jabatan Presiden Jokowi kembali digaungkan para elite politik.
Termutakhir isu tersebut dilontarkan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet. Pangi juga menyoroti langkah serupa yang sebelumnya disuarakan Ketua DPD RI AA Lanyalla Mahmud Mattalitti.
Pangi membaca arah dari isu tersebut memang untuk melanggengkan kekuasaan Jokowi sebagai orang nomor satu di Indonesia. Jokowi yang seharusnya mengakhiri jabatannya pada 2024, terkesan dipaksa untuk terus melanjutkan kepemimpinannya.
Alasannya yang akan dipakai ialah tidak ada calon presiden yang melampaui Jokowi. Dengan kata lain, tidak ada tokoh yang dirasa mampu menjadi suksesor bagi mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
"Ini sudah saya perkirakan dan ramalkan, mereka punya judul lagu lama dan kaset usang karena nggak ada yang memenuhi kriteria sehebat Jokowi, maka untuk kelanjutan legacy agar tercapai Indonesia emas 2045 maka bagi mereka yang lain nggak akan ada seperti Jokowi," kata Pangi.
Pangi menuturkan, publik memang mengakui Jokowi merupakan pemimpin yang rajin turun menyapa langsung masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Jokowi juga merupakan tipe pemimpin yang tidak betah berada terus di balik meja dan ruang dingin ber-AC.
Baca Juga:Surya Paloh Disebut Menghindar Secara Halus dari Jokowi Karena Tak Hadiri Pernikahan Kaesang
Tetapi, semua hal itu tidak seeta merta menjadi dasar untuk terus mempertahankan Jokowi sebagai Presiden RI. Apalagi dengan cara-cara inkonstitusional lewat perpanjangan masa jabatan yang mana konstitusi telah memberi batasan hanya dua periode.
"Di mana logika anda dengan dalil di atas kemudian punya kesimpulan yang merusak, karena nggak ada capres yang punya kriteria seperti Pak Jokowi, maka Pak Jokowi harus ditambah masa jabatannya, tiga periode dan seterusnya. Ini logika gagal paham, sesat berpikir," kata Pangi.
Diketahui, Bamsoet memandang penyelenggaraan Pemilu pada 2024 perlu dihitung kembali. Sebab, kata dia, agenda besar tersebut memiliki banyak potensi negatif.
"Tentu kita juga mesti menghitung kembali karena kita tahu bahwa penyelenggaraan Pemilu selalu berpotensi memanaskan suhu politik nasional, baik menjelang, selama, hingga pasca penyelenggaraan Pemilu," kata Bamsoet secara daring dalam rilis survei Poltracking Indonesia, Kamis (8/12).
Menurutnya pelaksanaan Pemilu 2024 juga perlu dipertimbangan kembali dengan melihat kondisi Indonesia saat ini, yang dinilai Bamsoet masih dalam masa masa pemulihan pasca pandemi Covid-19.
"Ini juga harus dihitutung betul, apakah momentumnya tepat dalam era kita tengah berupaya melakukan recovery bersama terhadap situasi ini dan antisipasi, adaptasi terhadap ancaman global seperti ekonomi, bencana alam, dan seterusnya," ujar Bamsoet.
Sebelumnya, Waketum Golkar ini kembali menyinggung ihwal penambahan hingga perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Hal itu ia lontarkan saat menanggapi hasil survei Poltracking Indonesia mengenai tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Dalam rilis survei nasional pada 21-27 November 2022, Poltracking Indonesia mencatat tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf adalah 73.2 persen.
Bamsoet mengatakan terpenting dia bukan menyoal puas atau tidak puasnya publik terhadap kinerja pemerintah. Ia justru menanyakan apakah ada korelasi dari tingkat kepuasan itu terhadap keinginan publik agar Jokowi terus memimpin Indonesia.
Apalagi, menurut Bamsoet, pemerintah telah kehilangan kesempatan bergerak saat Indonesia dua tahun dilanda pandemi Covid-19.
"Kemudian kita sama-sama tahu deras sekali pro kontra di masyarakat, ada yang memperpanjang, ada yang mendorong tiga kali. Tapi terlepas itu, saya sendiri ingin tahu keinginan publik yang sebenarnya ini apa?" kata Bamsoet.
"Apakah kepuasan ini ada korelasinya dengan keinginan masyarakat, beliau tetap memimpin kita melewati masa transisi ini?" sambung Bamsoet.
Bamsoet melihat masyarakat tidak terlalu terkejut atas kinerja yang telah dicapai pemerintah Jokowi-Ma'ruf. Apalagi jika mengacu kepada penanganan pandemi yang dinggap sukses ditangani Jokowi. Termasuk pelaksanaan G20 hingga kebijakan ekonomi, penangannan bencana dan lain yang sudah dilakukan Jokowi.
"Artinya, Jokowi dalam penilaian saya memiliki sense of crisis yang sangat tinggi dibandingkan dengan pemimpin-pemimpin yang lain. Nah pertanyaan saya kembali, apakah ada korelasinya antara keinginan besar masyarakat untuk lebih lama dipimpin Pak Jokowi atau ini hanya kepuasan yang memang puas terhadap kinerja hari ini," tutur Bamsoet