PBB DKI Jakarta Naik 5-10 Persen

Pemda perlu mencari cara kreatif untuk meningkatkan pendapatan asli daerah

Muhammad Yunus
Jum'at, 15 Agustus 2025 | 07:16 WIB
PBB DKI Jakarta Naik 5-10 Persen
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. [Suara.com/Fakhri]

SuaraJakarta.id - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menyatakan bahwa besaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Ibu Kota tahun ini hanya mengalami sedikit kenaikan, yakni sekitar 5-10 persen.

Pramono mengklaim kenaikan tersebut justru lebih kecil dibandingkan tarif PBB di sejumlah daerah lain.

“PBB jangan khawatir, Jakarta naiknya kecil sekali. Jadi Jakarta ini, saya sudah mendapatkan laporan, nggak lebih dari 5-10 persen. Jadi kecil banget lah," katanya Pramono saat ditemui di Jakarta, Kamis 14 Agustus 2025.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta justru memberikan diskon lima persen dari nilai pokok wajib pajak bagi masyarakat yang membayar lebih awal sebelum jatuh tempo pada 30 September 2025.

Baca Juga:Loker Damkar Jakarta 2025: Gaji Rp6,4 Juta, Lulusan SMA/SMK Merapat! Ini Syaratnya

Pramono menjelaskan, kebijakan ini dibuat demi menjaga transparansi dan memastikan penerimaan pajak berjalan lancar. Sejauh ini, pembayaran PBB di Jakarta cukup tertib.

“Bukan karena apa-apa, karena memang transparansi bagi saya penting sekali. Sehingga untuk Jakarta, persoalan PBB relatif berjalan dengan baik, orang juga membayar dengan tertib,” kata Pramono.

Tak hanya itu, Pramono mengatakan warga yang memiliki rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp2 miliar dibebaskan dari PBB.

Pemilik apartemen dengan harga di bawah Rp650 juta juga mendapat pembebasan pajak serupa.

"Bagi masyarakat yang NJOP-nya di bawah 2 miliar, PBB-nya 0 persen. Bagi masyarakat yang menggunakan apartemen yang harganya di bawah Rp650 juta, 0 persen," kata Pramono.

Baca Juga:Jakarta Memanggil, Seribu Lowongan Kerja Petugas Damkar DKI, Ini Syarat Dan Formasinya

Pemda Perlu Kreatif

Ekonom UPN Veteran Jakarta Ferry Irawan mengatakan pemerintah daerah (pemda) perlu mencari cara kreatif untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Alih-alih menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) yang membebani masyarakat.

Ia menyoroti keresahan warga di sejumlah daerah akibat lonjakan tarif PBB-P2, seperti di Kabupaten Pati, Jateng, yang sempat naik hingga 250 persen sebelum dibatalkan.

Sampai Kabupaten Jombang yang bahkan menembus 1.000 persen.

"Mungkin, bagi yang memiliki sumber daya alam, bisa dioptimalisasi sumber daya alamnya atau misalkan ada industri pariwisata di daerah tersebut yang bisa digali, bisa diintensifikasi, selain meningkatkan atau menaikkan tarif PBB," ujar Ferry kepada ANTARA.

Ferry menjelaskan sebenarnya dasar hukum pengenaan PBB-P2 telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Yang menetapkan tarif maksimal sebesar 0,5 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) kena pajak.

Penentuan tarif di bawah batas tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

"Memang, kalau dari sisi kewajaran, melihat perkembangan perekonomian saat ini saya kira kurang tepat ya pengenaan (kenaikan) PBB yang sampai ratusan persen," ungkapnya.

Saat ditanya apakah kebijakan kenaikan PBB berkaitan dengan efisiensi pemerintah pusat, Ferry menilai hal itu bisa menjadi salah satu kemungkinan.

Pemda memang menerima dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat.

Namun, dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran di tingkat pusat, daya ungkit pembangunan daerah dapat terdampak, sehingga pemda mencari sumber pendanaan tambahan.

"Kita tahu bahwa saat ini pemerintah di pusat sedang melakukan efisiensi anggaran, sehingga mungkin daya ungkit untuk pembangunan di daerah menjadi terdampak. Dan, pemerintah harus mengambil tindakan di daerah, apa yang harus dilakukan untuk pembiayaan di daerah melalui APBD," katanya.

Maka, untuk mengatasi tantangan fiskal, Ferry menyarankan pemda mengoptimalkan potensi PAD lain.

Ia juga menekankan perlunya koordinasi antara pemda dan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri serta Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan di Kementerian Keuangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini