SuaraJakarta.id - Indonesia terus memerangi peredaran barang palsu, baik yang dipasarkan melalui pusat perbelanjaan maupun loka pasar. Menanggapi maraknya peredaran barang palsu tersebut, DJKI menegaskan komitmennya untuk menekan peredaran barang palsu melalui kombinasi langkah represif dan preventif.
Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Arie Ardian mengatakan bahwa selama kurun waktu 2019-2025, DJKI telah melakukan penindakan tidak kurang dari 17 kali terkait barang palsu dengan bekerja sama dengan Bea Cukai, Kepolisian, dan Kejaksaan RI.
“Selain itu, DJKI juga telah memusnahkan barang bukti tiruan dari berbagai merek ternama senilai lebih dari Rp5 miliar sebagai efek jera kepada pelaku,” tambah Arie.
Arie menekankan bahwa penanganan pemalsuan merek merupakan delik aduan, sehingga peran aktif pemilik merek sangat menentukan. “Negara melalui DJKI, Bea Cukai, atau aparat penegak hukum tidak bisa serta-merta bertindak tanpa adanya laporan resmi,” ujar Arie.
Baca Juga:DJKI Menyatakan Streaming Pribadi Tidak Sah untuk Ruang Publik Komersial
Lebih lanjut, Arie mengatakan bahwa pemilik merek harus aktif melakukan berbagai langkah, mulai dari memastikan mereknya terdaftar dan diperpanjang tepat waktu, mengajukan pengaduan jika terjadi pelanggaran, hingga mendukung aparat dengan bukti-bukti seperti sertifikat, sampel produk asli, maupun keterangan ahli.
“Pemilik merek juga berperan penting dalam upaya preventif dengan melakukan rekordasi atau pencatatan merek dagang dan pemegang hak di sistem Direktorat Jenderal Bea dan Cukai agar barang palsu bisa ditahan ketika memasuki perbatasan Indonesia, “ jelas Arie.
“Selain itu, pemilik merek juga harus melakukan pengawasan pasar dan edukasi kepada konsumen. Sikap-sikap proaktif inilah yang menjadi kunci agar hak atas merek benar-benar terlindungi dan praktik pemalsuan dapat ditekan,” tegas Arie.
Meski begitu, upaya ini masih menghadapi tantangan besar, seperti celah masuknya barang melalui banyak titik perbatasan, modus operandi yang semakin canggih, serta keterbatasan sumber daya pengawasan di lapangan. Namun, Arie menegaskan DJKI bersama Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Pelanggaran KI terus berbenah dengan memperbaiki sistem pengawasan serta memperkuat koordinasi antar instansi.
Sebagai langkah preventif, DJKI memperkuat Program Sertifikasi Pusat Perbelanjaan Berbasis Kekayaan Intelektual. Hingga Agustus 2025, 158 pusat perbelanjaan di 30 provinsi telah disertifikasi. Program ini masih berlanjut hingga akhir tahun, di mana tiga daerah hingga saat ini masih melakukan proses penilaian terhadap pusat perbelanjaan yang ada di wilayahnya masing-masing yaitu Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Maluku.
Baca Juga:Menkum Supratman Paparkan Transformasi Digital KI Indonesia di Hadapan 194 Negara
Mengenai proses sertifikasi, Arie Ardian menjelaskan bahwa pengelola atau pemilik pusat perbelanjaan terlebih dahulu harus berkoordinasi dengan DJKI ataupun Kantor Wilayah Kementerian Hukum di seluruh wilayah. Kemudian dari hasil koordinasi tersebut, DJKI akan melakukan survei dan pemantauan terhadap tenant-tenant dan produk yang diperjualbelikan.
“Selanjutnya kami akan menilai apakah memenuhi kriteria, antara lain barang-barang yang diperjualbelikan tidak melanggar Peraturan Perundang-undangan, barang-barang yang diperjualbelikan telah terdaftar di DJKI, pengelola dan tenant memiliki klausul dalam perjanjian sewa menyewa yang mengatur tentang larangan memperjualbelikan barang-barang yang melanggar KI dan pengelola menerapkan sistem pelaporan untuk dugaan pelanggaran,” ungkapnya.
“Sertifikasi ini adalah upaya menciptakan pusat perbelanjaan yang aman dan terpercaya. Pengelola mal harus memastikan tidak ada tenant yang menjual barang palsu,” tambah Arie Ardian.
Di sisi lain, pengelola pusat perbelanjaan yang lalai dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya Pasal 10 dan Pasal 114, dengan denda mencapai Rp100 juta jika membiarkan adanya pelanggaran setelah diberi peringatan.
DJKI menyediakan portal pengaduan daring di pengaduan.dgip.go.id dan layanan mediasi untuk mempercepat penyelesaian sengketa. DJKI juga memperkuat kerja sama dengan platform e-commerce untuk menghapus ribuan listing barang palsu, termasuk sepatu tiruan.
“Kami ingin memastikan pelindungan KI bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. Dengan sinergi, kita bisa menciptakan ekosistem perdagangan yang bersih dan melindungi konsumen dari barang ilegal,” tegas Arie Ardian.***