- Electricity Connect 2025 digelar di Jakarta International Convention Center (JICC).
- Konferensi ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi dan investasi berkelanjutan dalam transisi energi hijau di Tanah Air.
- Pemerintah menaruh perhatian besar atas pemanasan global yang tengah melanda dunia.
SuaraJakarta.id - Agenda yang mempertemukan seluruh pemangku kepentingan sektor ketenagalistrikan, Electricity Connect 2025, resmi dibuka pada 19 November 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC).
Konferensi dan pameran bidang ketenagalistrikan yang diprakarsai oleh Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) dan didukung penuh oleh Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi dan investasi berkelanjutan dalam transisi energi hijau di Tanah Air.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu menyampaikan, pemerintah menaruh perhatian besar atas pemanasan global yang tengah melanda dunia.
Oleh sebab itu pemerintah berkomitmen untuk melakukan transisi energi, dari yang berbasis fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Agenda tersebut searah dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan kemandirian energi dengan memanfaatkan kekayaan sumber EBT domestik.
"Yang perlu kita perhatikan adalah adanya trilema energi. Yang pertamanya adalah security, kita harus memberikan listrik yang cukup kepada seluruh lapisan masyarakat," jelas Jisman dalam pembukaan Electricity Connect 2025.
"Dan yang kedua adalah listrik tersebut harus affordable atau terjangkau. Dan yang ketiga adalah sustainability, berkesinambungan. Jadi, kita harus mendorong EBT ke sistem kita semuanya," jelasnya.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN sebagai pengemban mandat kelistrikan nasional telah menyiapkan peta jalan transisi energi Indonesia dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
Dalam RUPTL paling hijau sepanjang sejarah tersebut, PLN bersama dengan pemerintah telah menetapkan pembangunan pembangkit akan didominasi oleh EBT, yakni sebesar 69,5 Gigawatt (GW) atau sekitar 76 persen dari total penambahan kapasitas pembangkit.
Lebih lanjut, Darmawan memaparkan bahwa, untuk mengakomodasi masuknya listrik EBT ke dalam sistem kelistrikan nasional, RUPTL telah menetapkan pembangunan 48.000 kilometer sirkuit (kms) transmisi dan 109.000 MPH gardu induk, dengan kebutuhan total investasi yang diperkirakan mencapai Rp3.000 triliun.
"Tentu saja dengan adanya transisi energi ini kita akan dapat memberikan energi bersih yang berharga, dengan biaya pokok produksi diharapkan semakin menurun. Dan dalam proses itu, kita beralih dari energi fosil yang basisnya impor EBT domestik sehingga meningkatkan ketahanan energi," ucapnya.
Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari, menanggapi bahwa Kantor Staf Presiden memberikan perhatian khusus kepada kemandirian energi nasional.
Pihaknya berkomitmen untuk memastikan implementasi program transisi energi yang masuk dalam Asta Cita Presiden dapat berjalan efektif, terukur, dan tepat sasaran melalui fungsi sinkronisasi kebijakan strategis di sektor energi.
"Kita memahami bahwa sumber energi Indonesia tersebar hingga pulau-pulau terpencil. Itulah kekuatan besar bangsa, meski beberapa daerah penghasilan energi belum sepenuhnya menikmati listrik optimal. Situasi ini menjadi peluang perbaikan yang kini dipercepat melalui RUPTL," ujarnya.
Selanjutnya, Qodari menyoroti besarnya peluang ekonomi dalam rencana penambahan kapasitas pembangkit EBT.