Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Rabu, 30 September 2020 | 06:40 WIB
Ilustrasi kiriman gambar alat vital di media sosial. (istimewa)

SuaraJakarta.id - Diduga seorang pria memamerkan alat vitalnya ke belasan mahasiswi UIN lewat video call WhatsApp. Alat kelamin itu diperlihatkan tiba-tiba.

Belasan perempuan itu pun mengalami trauma. Kasus ini tengah diinvestigasi pihak kampus.

Berikut 3 fakta teror alat vital video call WhatsApp ke Mahasiswi UIN:

1. Muncul dalam Panggilan Telepon via Video Call WhatsApp

Baca Juga: Siapa Pria di Balik Video Call WhatsApp Pamer Kelamin ke Mahasiswi UIN?

Peristiwa pertama yang dilaporkan pada Jumat (18/9/2020) lalu.

Hal ini terungkap berdasarkan laporan di Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Alauddin Makassar. Jumlah korban mahasiswi sudah mencapai 12 orang.

Semua korban ini umumnya berasal dari fakultas yang sama, yakni Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar Bidang Kemahasiswaan Darussalam menjelaskan ke-12 mahasiswi itu menjalani konseling saat ini. Sembari kasus itu diinvestigasi kampus.

"Dia (korban) trauma menerima kiriman-kiriman seperti itu. Jadi akan ada konseling untuk di fakultas, begitu juga dengan konseling di PSGA," kata Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar Bidang Kemahasiswaan Darussalam, saat ditemui SuaraSulsel.id di Gedung Rektorat, Kampus II UIN Alauddin, Gowa, Selasa (29/9/2020).

Baca Juga: Kisah LI, Mahasiswi UIN Korban Teror Alat Vital Pria di Video Call WhatsApp

Darussalam menerangkan kasus teror alat kelamin ke mahasiswa telah didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Sulawesi Selatan (Sulsel).

UIN Alauddin juga tidak akan diam melihat kasus ini.

Kampus telah mengerahkan PSGA dan Tim Investigasi untuk menindaklanjuti kasus teror alat kelamin di UIN Alauddin yang telah meresahkan sejumlah mahasiswi.

2. Sering Terjadi Sejak Kuliah Online

Teror kelalim pria ke mahasiswi UIN marak terjadi sejak kuliah online di masa pandemi virus corona. Teror alat vital pria ke kaum perempuan ini dilakukan via panggilan video call WhatsApp.

Belasan mahasiswi diteror alat kelamin dalam panggilan telepon via WhatsApp dari orang tak dikenal. Mereka pun mengalami trauma.

Hal ini terungkap berdasarkan laporan di Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Alauddin Makassar. Jumlah korban mahasiswi sudah mencapai 12 orang.

Semua korban ini umumnya berasal dari fakultas yang sama, yakni Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar.

Hanya saja, Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar Bidang Kemahasiswaan Darussalam belum berani mengambil kesimpulan apakah kasus tersebut berkaitan dengan kuliah daring atau tidak.

"Panggilan itu masuk seperti di HP kita. Jadi korban tidak tahu apakah itu berkaitan dengan kuliah atau lainnya. Anak itu pertama tidak pedulikan, tapi karena panggilan berulang-ulang akhirnya dia (korban) jawab," jelas Darussalam ditemui Suara.com di Gedung Rektorat, Kampus II UIN Alauddin, Gowa, Selasa (29/9/2020).

Darussalam menerangkan kasus teror alat kelamin ke mahasiswa telah didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Sulawesi Selatan (Sulsel).

UIN Alauddin juga tidak akan diam melihat kasus ini.

Kampus telah mengerahkan PSGA dan Tim Investigasi untuk menindaklanjuti kasus teror alat kelamin di UIN Alauddin yang telah meresahkan sejumlah mahasiswi.

"Korbannya tetap dikomunikasikan dengan PSGA dan Tim Investigasi. Sudah kontak mereka," katanya.

3. Teror Berkali-kali

LI, mahasiswi UIN jadi korban teror alat vital pria di video call WhatsApp. LI menceritakan teror tersebut dialaminya 23 Juli 2020 lalu.

Kala itu, LI yang menerima panggilan dari orang tak dikenal. Tak ada nama dalam panggilan itu karena nomor teleponnya tidak dia simpan.

Ternyata begitu diangkat, gambarnya adalah alat kelamin pria. Pelaku memperlihatkan alat vitalnya kepada korban melalui panggilan video call.

"Langsung saya matikan itu, baru saya blokir," ungkap LI.

Aksi teror kelamin tersebut, rupanya tidak hanya terjadi sekali itu saja. Pada 18 September 2020, LI kembali mengalami kejadian yang serupa bersama dengan rekan-rekan kelasnya.

Hanya saja, kali ini pelaku menggunakan nomor yang berbeda.

"Ada teman bertanya di grup kelas. Di situ kita tahu beberapa yang dihubungi," jelasnya.

Dari belasan korban yang mendapat teror alat kelamin itu, pola pelaku hampir semua menggunakan cara yang sama persis saat menteror.

Pelaku menghubungi para korban dan langsung memperlihatkan alat kelaminnya ketika panggilannya telah diangkat atau terima.

LI mengaku awalnya ia bersama rekan sekelasnya tidak menanggapi serius masalah ini.

Namun, lama kelamaan banyak yang merasa resah dengan kejadian itu, sehingga mereka memutuskan membawa kasus tersebut ke ranah hukum.

"Semua hampir sama caranya. Cuma ada teman dikirimi video, tapi dia tidak buka. Dia cuman screenshot terus diblokir," kata dia.

Load More