Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Kamis, 08 Oktober 2020 | 22:05 WIB
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto saat meninjau aksi demonstrasi mahasiswa di depan Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (8/10/2020). [Suara.com/Andi Ahmad Sulaendi]

SuaraJakarta.id - Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengatakan, ada beberapa catatan tentang kontroversi disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR RI, Senin (5/10/2020) lalu.

Bima Arya mengatakan, semangat yang bisa ditangkap sebetulnya adalah penyederhanaan sistem perizinan yang tujuannya menargetkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

"Saya lihat memang ada hal-hal yang kemudian jauh lebih sederhana dan lebih ringkas. Namun demikian, jelas memang bahwa kewenangan pemerintah daerah banyak terpangkas," katanya kepada wartawan saat meninjau aksi demonstrasi mahasiswa di depan gerbang Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (8/10/2020) petang.

Dalam UU Cipta Kerja ini memberikan kewenangan banyak hal kepada pemerintah pusat. Karena, kata Bima, itu harus ada hal-hal yang dipastikan untuk diatur lebih rinci, lebih jelas, dalam aturan turunannya.

Baca Juga: Ajak Massa Nyanyi Bagimu Negeri, Anies Minta Unjuk Rasa Bubar

"Peraturan Pemerintah, utamanya terkait dengan keseimbangan antara investasi dan lingkungan hidup, serta sinkronisasi antara iklim investasi dan juga rencana pembangunan di masing-masing daerah," imbuhnya.

Ratusan mahasiswa melakukan aksi tolak UU Cipta Kerja di depan Istana Bogor, Kamis (8/10/2020). [Suara.com/Andi Ahmad Sulaendi]

Apalagi, masih kata Bima, sampai saat ini belum ada sesi pembahasan antara Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dengan DPR RI.

"APEKSI punya beberapa catatan dan rekomendasi penyesuaian terhadap draft Undang-Undang. Terutama soal perizinan dan tata ruang. Karena itu sebaiknya ada ruang untuk memberikan masukan terhadap rumusan peraturan pemerintah dari semua pihak yang ketika proses omnibuslaw tidak maksimal dilakukan," imbuhnya.

Bima Arya menjelaskan, rumusan peraturan pemerintah nantinya harus lebih jelas mengatur dan memastikan bahwa lingkungan hidup tetap terjaga, ada sinkronisasi antara rencana desain pembangunan di daerah.

"Dari draft yang saya pelajari terkait kewenangan pemerintah daerah dalam UU Cipta Kerja tersebut, ada beberapa nomenklatur yang berubah. Misalnya, kata perizinan hilang dari konsep Omnibus. Di mana izin disebutkan menjadi kewenangan pemerintah pusat," jelasnya.

Baca Juga: Bentrok Demonstran dan Polisi, Kondisi Cikarang Malam ini Masih Mencekam

Ratusan mahasiswa dari kelompok Cipayung Bogor Raya melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Bogor, Kamis (8/10/2020). [Suara.com/Andi Ahmad Sulaendi]

Bima Arya menambahkan, secara kelembagaan, akan ada perubahan signifikan terkait keberadaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Otomatis dengan Online Single Submission (OSS) sebagaimana amanat di Omnibus Law.

Maka semua proses izin maupun non izin, dikeluarkan secara elektronik melalui satu sistem itu dan DPMPTSP bukan lagi sebagai pelayanan tetapi lebih kuat kepada ranah pengawasan.

"Jadi di dalam PP nanti kewenangan pengawasannya harus lebih dikuatkan lagi karena dalam Undang-Undang ini tertulis bahwa pengawasan bisa dilakukan oleh pusat atau oleh pemerintah daerah. Nah, ada kata atau ini yang nanti membuat tidak jelas," ucapnya.

"Banyak yang belum terjelaskan di dalam Undang-Undang itu, bukan berarti dibebaskan begitu saja tetapi untuk diatur lebih detail lagi di PP," tutup Bima Arya.

Kontributor : Andi Ahmad Sulaendi

Load More