Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Selasa, 13 Oktober 2020 | 13:53 WIB
Sejumlah warga RT03 RW 04 Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat demo di Kantor Wali Kota Tangsel keluhkan soal banjir, Selasa (13/10/2020). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]

SuaraJakarta.id - Belasan warga RT O3 RW 04 Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, yang didominasi emak-emak mendatangi kantor Wali Kota Tangerang Selatan, Selasa (13/10/2020).

Mereka berdemo untuk mengadukan nasibnya soal banjir yang selalu dirasakan dalam dua tahun terakhir.

Iswati (67), salah satu peserta aksi, mengatakan dirinya selalu was-was kebanjiran selama dua tahun terakhir ketika hujan deras.

Terlebih, saat ini ia hanya tinggal sendirian. Suaminya sudah meninggal beberapa tahun lalu dan anak-anaknya sudah tinggal masing-masing dengan keluarganya.

Baca Juga: Mau Demo ke Istana, 25 Pelajar Diamankan, Sudah Siapkan Batu dan Kayu

Curah hujan di Kota Tangsel kekinian terbilang cukup tinggi. Hal itu membuat Iswati gelisah, saat hujan turun di malam hari.

"Kalau lagi hujan ya enggak bisa tidur, was-was takut air masuk ke rumah. Kalau hujan 50 menit aja, air udah masuk ke dalam rumah," ungkap Iswati.

Iswati mengaku, sudah sering kebanjiran akibat hujan deras. Paling parah, pada Januari 2020 lalu air menggenangi rumahnya hingga 1 meter.

"Paling parah Januari. Tapi kalau banjir karena hujan deras biasa ya udah enggak ke hitung. Pokoknya, kalau ujan repot deh," keluh Iswati yang sudah tinggal di lingkungan tersebut selama 30 tahun.

Iswati, bersama sejumlah emak-emak lainnya datang ke Kantor Wali Kota Tangerang Selatan agar diberikan solusi terhadap masalah banjir yang bikin as-was setiap hujan deras.

Baca Juga: PA 212 Cs Demo, Spanduk di Mobil Komando Bertulis Tuntut Jokowi Mundur

"Ibaratnya kan pemerintah ini orang tua kita. Kalau bukan ke pemerintah, kita mau ngadu ke siapa lagi?" pungkasnya.

Sementara itu, warga lainnya Abdullah mengaku, ancaman banjir tidak hanya membuat keluarganya was-was. Bahkan, membuat anaknya parno terhadap hujan.

Setiap hujan, lanjut Abdullah, anaknya yang duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar (SD) itu teriak histeris.

"Mungkin karena sudah terlalu sering banjir, anak saya justru histeris kalau cuaca mendung, ada petir dan turun hujan. Dia sampai teriak-teriak, karena takut bakal banjir," kata Abdullah setelah berorasi di depan kantor Wali Kota Tangsel.

Abdullah menuding, banjir yang terjadi dalam waktu dua tahun terakhir akibat adanya pembangunan perumahan di area lahan resapan.

Diperparah lagi, lanjut Abdullah, adanya ketidaksesuain piel banjir yang dibangun oleh pengembang.

"Sesuai aturan dari Dinas Pekerjaan Umum Tangsel piel banjir harus dibangun selebar 1,5 m x 1,5 m. Tapi realisasinya hanya sekira 0,5 meter. Sedangkan kolom penampungan air harusnya dalam 2,5 meter, tapi ini hanya 0,9 m," papar Abdullah.

Keluhan tersebut, kata dia, sebetulnya sudah disampaikan kepada pihak pengembang. Tetapi hingga saat ini tidak ada tindak lanjut perbaikan piel banjir.

Maka itu, dia dan warga lainnya berharap, ada solusi dari Pemkot Tangsel untuk menindaklanjuti keluhan banjir tersebut dan menindak tegas pengembang yang mengabaikan keluhan masyarakat.

Sayangya, dalam aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Abdullah, Iswati dan warga lainnya, tak ada satu pun pejabat Pemkot Tangsel yang menemui.

"Tadi mediasi cuma ketemu sama staf di Sekretariat Daerah (Sekda). Saya engga yakin ada solusi. Karena mediasi seperti ini sudah tiga kali kami lakukan dengan Dinas PU. Kalau tidak juga ada tindak lanjut, maka ini akan kami layangkan gugatan ke pengadilan," tegas Abdullah.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Load More