Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Selasa, 27 Oktober 2020 | 16:33 WIB
Ustaz Abdul Somad memberikan keterangan pers di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (21/8). [Suara.com/Arya Manggala]

Ada pun alasan lainnya merujuk pada penafsiran Rasulullah terhadap kalimat Ayyamillah dalam QS Ibrahim [14]: 5 yang berbunyi, "Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah."

Imam An-Nisa’i Abdullah bin Ahmad dalam Zawa’id al-Musnad, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Ubai bin Ka’ab meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa Rasulullah SAW menafsirkan kalimat Ayyamillah sebagai nikmat-nikmat dan karunia Allah SWT.

"Dengan demikian maka makna ayatnya adalah 'Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah’. Dan kelahiran Muhammad SAW adalah nikmat dan karunia terbesar yang harus diingat dan disyukuri," kata UAS.

Pendapat Ibnu Taimiyah

Baca Juga: Wajib Tahu, Begini Sejarah Peringatan Pertama Maulid Nabi Muhammad SAW

Selain pendapat di atas, UAS juga memaparkan pendapat dari Ibnu Taumiah.

Ibnu Taimiyah yang menjelaskan bahwa mengagungkan hari lahir Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya sebagai perayaan, maka ia mendapat balasan pahala besar karena kebaikan niatnya dan pengagungannya kepada Rasulullah SAW.

Pendapat lain yang juga dijelaskan UAS berasal dari Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani.

"Hukum asal melaksanakan maulid adalah bid’ah, tidak terdapat dari seorang pun dari kalangan Salafushshalih dari tiga abad (pertama). Akan tetapi maulid itu juga mengandung banyak kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dalam melaksanakannya mencari kebaikan-kebaikan dan menghindari yang tidak baik, maka maulid itu adalah bid’ah hasanah, begitulah pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani,” tandas UAS.

"Dengan demikian maka makna ayatnya adalah ‘Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah’. Dan kelahiran Muhammad SAW adalah nikmat dan karunia terbesar yang harus diingat dan disyukuri."

Baca Juga: Tiba di Arab Saudi, JK Bahas Pembangunan Museum Sejarah Nabi Muhammad SAW

Load More