Scroll untuk membaca artikel
Agung Sandy Lesmana | Muhammad Yasir
Selasa, 02 Maret 2021 | 11:04 WIB
Presiden Jokowi di tengah kerumunan massa saat membagi-bagikan suvenir dalam kunjungannya ke NTT. (Instagram @buddycsbarts)

SuaraJakarta.id - Polisi tercatat dua kali menolak laporan kasus pelanggaran protokol kesehatan yang diduga dilakukan Presiden Joko Widodo terkait kerumunan massa saat berkunjung ke NTT, beberapa waktu lalu. Alasan dua  laporan itu ditolak karena Bareskrim Polri tak menemukan adanya unsur ajakan yang memicu adanya kerumunan massa dalam kunjungan kerja Jokowi.

Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Rusdi Hartono mengklaim jika terjadinya kerumunan massa itu karena spontanitas dari warga yang ingin melihat Jokowi. 

"Unsur ajakan tidak memenuhi untuk persangkaan pidana tersebut," kata Rusdi, Selasa (2/3/2021).

Dia juga mengatakan alasan polisi tak menindaklanjuti dua laporan itu karena tak menemukan adanya unsur tindak pidana terkait Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Baca Juga: Bela Jokowi Soal Investasi Miras, Ferdinand: Coba Teriakin Anies Dulu!

"Atas dasar kesimpulan tersebut, petugas SPKT Bareskrim tidak memproses dalam sebuah laporan polisi," katanya. 

2 Kali Tolak Laporan

Bareskrim Polri sebelumnya menolak laporan Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan dan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) terkait adanya dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.

Laporan pertama dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan ke Bareskrim Polri pada Kamis (25/2) pekan lalu. Ketika itu, mereka hendak melaporkan Jokowi lantaran dituding lalai terhadap protokol kesehatan hingga menyebabkan terjadinya kerumunan massa penyambutnya di NTT.

Hanya saja, menurut Ketua Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan, Kurnia menyebut petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim Polri tak menerbitkan Surat Laporan Polisi. Ketika itu, kata Kurnia, petugas SPKT hanya menyarankan pihaknya membuat surat laporan tertulis yang kemudian diberi stampel oleh bagian Tata Usaha dan Urusan Dalam (TAUD). 

Baca Juga: Jajal KRL Jogja-Solo Sampai Stasiun Klaten, Begini Komentar Presiden Jokowi

"Kami mempertanyakan asas persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law) apakah masih ada di republik ini?," kata Kurnia.

Nasib serupa juga dialami oleh PGI. Ketika itu, mereka yang hendak melaporkan Jokowi dengan kasus serupa tidak diterima oleh Bareskrim Polri pada Jumat (26/2) pekan lalu.

Ketua Bidang Hukum dan HAM PP GPI Fery Dermawan menyebut laporan mereka tidak diterima dengan alasan yang jelas. Di sisi lain, barang bukti yang telah mereka bawa pun tidak diterima alias dikembalikan oleh petugas (SPKT) Bareskrim Polri.

"Intinya tadi kita sudah masuk ke dalam ini laporan masuk tapi tidak ada ketegasan di situ. Jadi intinya bukti kita dikembalikan, hanya ada pernyataan bahwasannya ini untuk diajukan secara resmi kembali," kata Fery di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (26/2).

Load More