Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Jum'at, 16 April 2021 | 03:30 WIB
Anggota Satpol PP menegur pemilik warung nasi yang buka siang hari saat Ramadhan di Ciceri, Serang, Banten, Kamis (14/5/2020). [ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman]

SuaraJakarta.id - Kementerian Agama (Kemenag) meminta kebijakan terkait larangan warung nasi buka siang hari selama Ramadhan ditinjau ulang.

Permintaan ini terkait kebijakan Pemerintah Kota Serang sebelumnya dalam surat Imbauan Bersama Nomor 451.13/335-Kesra/2021.

Dalam surat itu tertuang larangan restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan pada siang hari selama Ramadhan.

Jika pihak restoran atau rumah makan nekat beroperasi pada waktu yang dilarang, maka terancam sanksi berupa hukuman 3 bulan penjara.

Baca Juga: Pemkot Serang Larang Restoran Buka Siang Hari, Kemenag: Berlebihan

Tak hanya itu, pengelola warung nasi dan sejenisnya juga bisa terkena denda maksimal Rp 50 juta bila melanggar kebijakan tersebut.

Terkait ini, Juru Bicara Kemenag Abdul Rochman meminta kepada otoritas setempat untuk mengkaji ulang larangan warung nasi dan sejenisnya buka pada siang hari selama Ramadhan.

Sebab, kata dia, yang mesti dikedepankan yakni sikap saling menghormati dan menghargai baik bagi mereka yang berpuasa maupun tidak berpuasa.

"Saya harap ini bisa ditinjau ulang. Semua pihak harus bisa mengedepankan sikap saling menghormati," ujarnya dilansir dari Antara, Jumat (16/4/2021).

"Bagi mereka yang tidak berpuasa, diharapkan juga bisa menghormati yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sebaliknya, mereka yang berpuasa agar bisa menahan diri dan tetap bersabar dalam menjalani ibadah puasanya," sambungnya.

Baca Juga: Akibat Jalan Rusak, Truk Pengangkut Padi Terbalik di Kramatwatu

Satpol PP Kota Serang larang warung nasi buka siang hari selama bulan Ramadhan 1442 hijriah. (Bantennews)

Pihak Kemenag juga menilai kebijakan Pemkot Serang melarang restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan pada siang hari selama Ramadhan terlalu berlebihan.

"Kebijakan ini tidak sesuai dengan prinsip moderasi dalam mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, dan cenderung berlebih-lebihan," ujar Abdul.

Menurut dia, larangan itu membatasi akses sosial masyarakat dalam bekerja atau berusaha.

Terlebih kehadiran rumah makan dan sejenisnya dibutuhkan bagi mereka yang tak berkewajiban menjalankan ibadah puasa.

Dia menegaskan larangan berjualan yang tertuang dalam kebijakan tersebut juga diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia terutama bagi orang atau umat yang tidak berkewajiban menjalankan puasa Ramadhan, aktivitas pekerjaan jual beli, dan berusaha.

Load More