Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Kamis, 06 Mei 2021 | 20:58 WIB
Suasana Itikaf di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (25/5). [Suara.com/foto]

"Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qodar dengan Iman dan Ihtisab (mengharapkan pahala), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau” (HR Bukhori)."

Bagi mereka yang harus masih bekerja di malam hari, ia terhalang untuk bisa beri’tikaf. Juga bagi wanita yang tidak bisa beri’tikaf karena mendapatkan dirinya delam keadaan tidak suci dan mereka-mereka ini masih punya kesempatan juga untuk mendapatkan kemualian malam lailatul Qodr.

"Dan I’tikaf itu sendiri bukanlah suatu kewajiban," katanya.

Hanya saja kata Ustaz Ahmad, memang dengan beritikaf, kesempatan untuk terus beribadah sangatlah terbuka lebar.

Baca Juga: Salat Tarawih di Masjid Agung Kota Solo yang Satukan Dua Mazhab

Orang yang itikaf bagaimanapun keadaannya di masjid, ia tetap terhitung sebagai orang yang beritikaf dan tentu saja itu dalam ibadah, walaupun ia tidur.

Dan keinginan untuk beribadah sangatlah besar ketika seseorang itu berada dalam masjid, karena termotivasi oleh saudara-sausdaranya yang sedang beri’tikaf juga. Tetapi bagi yang tidak beritikaf, ia tidak bisa disebut dalam ibadah.

"Ibadahnya di rumah tentu tidak bisa disamakan dengan ibadahnya orang yang beritikaf, karena ia mendapatkan pahala lebih dari ritual I’tikafnya tersebut," katanya.

Ustaz Ahmad mengatakan, semangat beribadah ketika berada dalam rumah tentu tidak sebesar ketika kita beritikaf di masjid. Di rumah kita bisa saja berpaling dari ibadah ke kegiatan lain dengan sangat mudah.

Sekitar kita ada ponsel, laptop yang bisa kita nyalakan kapan saja, remote control telivisi yang bisa kita pencet tombolnya untuk menonton. Sehingg, focus ibadahnya pun menjadi buyar, karena banyak gangguannya.

Baca Juga: Pengantin Baru saat Ramadhan, Wanita Ini Masuk Angin karena Mandi Subuh

"Dan itu berbeda jika kita berada dalam masjid ketika Itikaf," katanya.

Load More