Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Kamis, 30 September 2021 | 07:00 WIB
Sejumlah warga menonton film penumpasan pengkhianatan G30SPKI di markas Kodim 1304 Gorontalo, Gorontalo, Rabu (20/9/2017) malam. [Antara]

SuaraJakarta.id - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S menjadi momen kelam dalam sejarah Bangsa Indonesia. Sebanyak tujuh putra terbaik Indonesia gugur setelah menjadi korban penculikan dan kekejaman dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan G30SPKI, yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Di tempat yang kini diberi nama Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur, itulah jasad ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut ditemukan.

Ketujuh Pahlawan Revolusi itu, antara lain Jenderal (anm) Ahmad Yani, Letjen (anm) R. Suprapto, Letjen (anm) M.T. Haryono, dan Letjen (anm) S. Parman.

Lalu, Mayjen (anm) D.I. Pandjaitan, Mayjen (anm) Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten (anm) Pierre Tendean yang merupakan ajudan dari almarhum Jenderal Besar (Purn) TNI Abdul Haris Nasution.

Baca Juga: 8 Aktor Terlibat Film G30S PKI: Umar Kayam hingga Wawan Wanisar

Pasca peristiwa berdarah G30S PKI, pemerintah pun memburu anggota dan orang-orang yang dianggap terkait dengan PKI.

Pengunjung berfoto di depan Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta, Kamis (1/10/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Namun, tak banyak yang tahu, ternyata ada sejumlah anggota PKI yang datang ke wilayah Serpong yang dahulu masih masuk wilayah Kabupaten Tangerang, Banten.

Tak dapat dipastikan kapan mereka ada di sana. Karena tak ada sejarah tertulis soal kedatangannya dan asal mula berada di Serpong.

Sejarawan Banten, TB Sos Rendra bercerita bahwa dahulu memang ada puluhan anggota PKI datang dan menetap di Serpong.

Hal itu diketahui lantaran dirinya sempat membaca daftar nama-nama anggota PKI yang tercatat dalam sebuah buku yang disebut Buku Merah.

Baca Juga: Bikin Merinding! Halaman Rumah Warga di Sragen Ini Kuburan Massal 11 Terduga Anggota PKI

Dahulu, buku tersebut menjadi arsip milik desa atau kelurahan. Tetapi saat ini, keberadaannya tak diketahui pasti.

TB Sos menyebut, para anggota PKI itu bekerja di salah satu perkebunan karet.

"Dulu waktu saya jadi staf di kelurahan, saya pernah baca Buku Merah, ada 27 anggota PKI yang tercatat di sana," kata TB Sos ditemui di kediamannya, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, mereka yang namanya tercatat dalam Buku Merah itu tak semuanya paham dan tahu bahwa mereka merupakan anggota PKI.

"Mereka nggak tahu apa-apa, istilahnya tulis punggung. Jadi namanya terdaftar di Buku Merah. Belum tentu mereka paham soal PKI, tapi ada kemungkinan memang anggota PKI," ungkapnya.

Ilustrasi Partai Komunis Indonesia (PKI) ditangkap militer. [Suara.com/Iqbal]

TB Sos melanjutkan, tak pernah ada konflik bahkan peristiwa berdarah antara masyarakat sekitar dengan mereka yang dianggap sebagai orang PKI.

"Enggak pernah ada perang dengan PKI. Meskipun masyarakat lain pada tahu, tapi ya tidak sampai ada konflik," jelasnya.

TB Sos menuturkan, masyarakat umum pun tahu soal keberadaan anggota PKI tersebut. Pasalnya, di dalam KTP mereka ditandai dengan status Orang Terlarang (OT).

"Dulu memang tertulis di KTP OT buat nandain kalau mereka PKI. Tapi kira-kira sejak era Gus Dur (sapaan Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid—red) sudah dihapuskan untuk melindungi generasi penerusnya," ungkapnya.

Meski begitu, TB Sos tak mengetahui lebih lanjut soal sejarah PKI di Serpong, Kota Tangerang Selatan.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Load More