Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Sabtu, 25 Desember 2021 | 15:58 WIB
Mantono, atau yang akrab disapa Dejan, pegawai muslim yang bekerja sebagai asisten pastoran di Gereja Santo Laurensius, Kota Tangerang Selatan. [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

SuaraJakarta.id - Sebagai pekerja, Mantono dituntut profesional semaksimal mungkin sebagai asisten rumah tangga. Di sisi lain, sebagai muslim dia harus meneguhkan keimanannya bekerja di tempat ibadah umat Katolik.

Mantono, atau biasa dipanggil Dejan, bekerja sebagai asisten rumah tangga di pastoran atau rumah pastor di Gereja Katolik Santo Laurensius, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Hampir 10 tahun dia bekerja di sana, menyiapkan segala kebutuhan salah satu pastur.

Mulai dari menyiapkan pakaian, menyapu, mengepel, mencuci piring hingga memasak untuk sang pastor. Terlebih ketika Natal, Mantono juga ikut sibuk menyiapkan segala kebutuhan sang pastor untuk Misa Natal.

Kepada SuaraJakarta.id, Mantono bercerita awal mula menjadi asisten rumah tangga pastoran di Gereja Katolik Santo Laurensius. Dia mendapat pekerjaan itu ditawari kerja oleh saudaranya yang sudah lebih dulu kerja di gereja.

Baca Juga: Unik! Bukan Cemara, Gereja Mewah di Tangsel Ini Buat Pohon Natal dari Sembako

Tetapi, saat awal kerja pada 2011, Dejan tak langsung menjadi asisten di pastoran. Hanya membantu bersih-bersih sekitaran gereja.

"Awal mula waktu itu ada saudara kerja nyapu di klaster dewan gereja sini. Awal mula saya bantu-bantu di gereja bukan di pastoran tahun 2011," kata dia.

Terpenting Halal

Mantono menerangkan, semula tidak mudah bekerja di lingkungan yang berbeda dengan keyakinannya. Dia harus menghadapi pergolakan batin dan harus bisa membiasakan diri berada di tempat ibadah umat Kristiani itu.

Tak hanya itu, Mantono juga harus menghadapi pandangan negatif dari lingkungan tinggalnya. Pasalnya, sebagai seorang muslim bekerja di tempat ibadah agama lain masih dianggap sesuatu yang tabu di masyarakat.

Baca Juga: Gereja Santo Laurensius Batasi Jemaat Misa Natal, Lebih Sedikit dari Aturan Pemkot Tangsel

"Kalau pergolakan (batin) semua orang pasti ngerasain. Namanya bukan di tempat biasa kita masuk buat ibadah. Tapi saya tidak ambil pusing, yang penting niat saya kerja, nyari yang halal," ungkapnya.

Seiring waktu berjalan, Mantono mulai terbiasa dengan pekerjaanya. Dia tak lagi menghiraukan pandangan negatif pada dirinya.

Dia mencoba berpegang teguh pada pendiriannya bahwa pekerjaan yang dilakukannya halal meski berkerja di tempat ibadah agama lain.

"Awal-awal saudara sama teman pada nanya, heran saya kerja di gereja. Saya pandang sih kalau kita kerja ikhlas dan apa adanya, kalau ada yang ngejek sebelah mata kerja di gereja, yang penting saya kerjanya halal. Nggak ada rasa minder, kecuali kita nggak baik, kemungkinan nggak enak," katanya.

"Kalau menurut saya sama aja di mana tempat kita bekerja yang penting halal. Kalau kita niatnya baik Insya Allah. Saya kerja buat anak istri di rumah, yang penting bukan mencuri," tambahnya tersenyum.

Load More