"Ini eksekusi tidak bisa menimbang dengan alasan kemanusiaan, tidak boleh bersikap seperti itu. Karena di sini bukan lagi ranahnya menimbang. Ini menurut saya terjadi offside melewati kewenangannya. Jadi tidak sesuai prosedural. Menimbang-nimbang saja tidak boleh. Proses eksekusi itu tidak boleh hati nurani. Kalau pidana itu polisi disuruh nembak ya nembak untuk vonis mati. Bukan nurani lagi, kepastian hukum di situ," tegasnya.
Seminggu berlalu, lanjut Swardi, tak kunjung ada kejelasan. Penghuni yang di dalam rumah pun sudah selesai isoman dan berkunjung ke kediaman pemohon yang menang pengadilan di Kebun Jeruk, Jakarta Barat.
Menurut Swardi, hingga Rabu (23/3/2022) malam, penghuni masih berada di dalam rumah yang sudah diputus pengadilan untuk dilakukan pengosongan.
Namun, kata Swardi, pihak Polres Tangsel bakal melakukan perintah pengosongan jika ada penetapan pengadilan lagi untuk kembali melakukan eksekusi. Padahal kasusnya ditutup sejak dilakukan eksekusi pada 9 Maret 2022.
"Saya sudah kasih tahu ke Pak Kapolres kalau si termohon sudah sembuh dan itu ada buktinya. Jadi gimana kelanjutannya, walaupun secara hukum Pak Kapolres tidak punya kewenangan untuk melaksanakan eksekusi. Dijawab oleh Pak Kapolres melalui WA nanti kalau ada perintah pengadilan eksekusi saya akan perintahkan kapolsek untuk mengosongkan," ungkap Swardi menyampaikan pernyataan Kapolres Tangsel.
"Saya berkoordinasi dengan pengadilan dan sudah tidak ada lagi perintah pengadilan. Bagaimana perkara sudah ditutup kok mau dibuka lagi? Kan jadi nggak ada wibawanya hukum kayak begini dibikin kayak main-main. Sudah diketok palu sudah divonis, ditunda lagi. Ini saya nggak nyangka ini bisa terjadi. Kalau penundaan eksekusi terjadi sebelum dibacakan itu bisa saja. Kalau sudah dibacakan, apapun yang terjadi harus," tambah Swardi kesal.
Atas persoalan itu, Swardi dan tim kemudian melaporkan Kapolres Tangsel AKBP Sarly Sollu ke Propam Mabes Polri soal pelanggaran kode etik pada 18 Maret 2022. Menurutnya, aksi Sarlly menghentikan eksekusi yang ditetapkan pengadilan menjadi masalah hukum baru.
"Ini jadi masalah hukum. Sekelas Kapolres ini hukum eksekusi pelaksanaan putusan harusnya beliau menegakkan hukum supaya eksekusi berjalan dengan lancar, tapi yang ada malah beliau yang menghentikan. Kami menganggap kalau ini pelanggaran kode etik. Jadi kalau di Perkap Kapolri itu kan diatur ada Perkap nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian," tekannya.
Terpisah, Kapolres Tangerang Selatan AKBP Sarly Sollu tak kunjung memberi penjelasan saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Jumat (25/3/2022). Sementara nomor teleponnya tidak aktif saat dihubungi.
Kontributor : Wivy Hikmatullah
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
-
Gagal di Sea Games 2025, Legenda Timnas Agung Setyabudi Sebut Era Indra Sjafri Telah Berakhir
-
Rupiah Bangkit Perlahan, Dolar AS Mulai Terpojok ke Level Rp16.760
-
2 Profesi Ini Paling Banyak Jadi Korban Penipuan di Industri Keuangan
Terkini
-
7 Merek Parfum Lokal Indie yang Belum Banyak Diketahui Orang, tapi Wanginya Bikin Jatuh Cinta
-
Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Meninggal di Penjara, Benarkah?
-
Cek Fakta: Viral Klaim Pigai soal Papua Biarkan Mereka Merdeka, Benarkah?
-
8 Mobil Bekas Paling Irit yang Bisa Jalan Lebih dari 15 Km per Liter
-
Menyambut Hari Ibu, bTaskee Luncurkan Layanan Child Care untuk Mendukung Para Ibu di Indonesia