Scroll untuk membaca artikel
Rully Fauzi
Kamis, 26 Juni 2025 | 05:02 WIB
Simposium Integrasi Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Sektor Digital Informal di Jakarta. [dok.pribadi]

SuaraJakarta.id - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyelenggarakan "Simposium Integrasi Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Sektor Digital Informal".

Acara digelar selama dua hari di Jakarta. Acara ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan di dalam ekosistem untuk merumuskan strategi pengembangan SDM digital informal dalam merespons transformasi kerja dan tumbuhnya sektor digital informal di Indonesia.

Menko PMK, Pratikno dalam pidato pembukaannya menekankan pentingnya Indonesia untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan lanskap pekerjaan.

"Adopsi teknologi dan ekonomi digital yang berkembang pesat memiliki tantangan berupa kesenjangan keterampilan SDM kita. Untuk itu diperlukan pengembangan SDM dengan mengintegrasikan kompetensi talenta digital sebagai prioritas utama dan kemitraan tripartit untuk menyesuaikan dengan perubahan lanskap pekerjaan di era ekonomi digital," kata Pratikno pada Rabu (25/6/2025).

Simposium ini menyoroti bahwa sektor digital informal yang mencakup segmentasi pekerja transportasi online, konten kreator, desainer lepas, kurir logistik, pekerja rumah tangga on-demand, hingga profesi digital informal lainnya telah menjadi pilar ekonomi digital dan alternatif utama di tengah keterbatasan akses terhadap pekerjaan formal.

Pada kesempatan yang sama, Stella Christie yang merupakan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, menekankan pentingnya fleksibilitas kurikulum dalam menghadapi disrupsi teknologi.

"Perguruan tinggi harus mampu menjadi pusat pembelajaran yang adaptif, bukan hanya mencetak lulusan tetapi juga membentuk para pembelajar yang adaptif. Untuk itu, penguatan skema mikro kredensial menjadi kunci agar pendidikan tinggi dapat menjangkau lebih banyak pembelajar
lintas usia dan sektor, terutama mereka yang bekerja di sektor digital informal," papar Stella.

Pentingnya merumuskan kebijakan yang adaptif terhadap perkembangan sektor digital informal juga menjadi fokus utama dalam diskusi simposium ini.

Dengan pesatnya pertumbuhan ekosistem digital yang melibatkan jutaan pekerja non-formal, para pemangku kepentingan sepakat bahwa pendekatan regulasi tidak bisa lagi bersifat satu arah atau berbasis sistem lama.

Mohammad Rudy Salahuddin, Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan dan Pariwisata, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menyoroti pentingnya
kebijakan berbasis bukti dan lintas sektor.

"Kita tidak bisa mengatur sektor digital informal dengan pendekatan konvensional atau langsung dilakukan formalisasi karena efek dominonya luas. Diperlukan data yang akuratdan kemitraan strategis antara pemerintah, industri, dan pelaku platform untuk dapat menghasilkan kebijakan yang responsif dan relevan di era ekonomi digital saat ini," tegas Rudy.

Simposium ini juga menyoroti pentingnya ekonomi digital sebagai bantalan sosial di tengah tantangan dunia kerja.

Pekerja lepas atau gig worker seperti ojek online diakui sebagai bagian penting dari ekosistem digital yang berkembang pesat.

Menurut Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS, hasil Sakernas 2022 mencatat sekitar 1 juta gig worker berprofesi sebagai ojek online.

Ia menekankan dampak positif sektor ini, khususnya di layanan ride-hailing.

"Kota-kota yang memiliki layanan ride-hailing tercatat memiliki tingkat kemiskinan 37 persen lebih rendah dibandingkan kota lain," jelasnya.

Atas dasar itu, menurutnya pertumbuhan sektor ini perlu dijaga, sekaligus memastikan perlindungan sosial dan akses kesehatan yang layak bagi para pekerjanya.

Peningkatan kualitas SDM disektor digital informal perlu dilakukan melalui program
reskilling dan upskilling yang relevan dengan kebutuhan industri.

Integrasi pelatihan ini jadi kunci untuk menjawab ketimpangan keterampilan tenaga kerja digital dan mendorong formalisasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Diskusi multipihak merekomendasikan penyusunan kerangka kebijakan pengembangan SDM digital informal yang mencakup; Perlindungan Sosial Adaptif, Formalisasi Pengembangan Kapasitas SDM (Upskilling & Reskilling), Penguatan Ekosistem dan Segmentasi Pekerja Digital, serta Kolaborasi Multipihak yang Terlembagakan.

Load More