Muhammad Yunus
Rabu, 09 Juli 2025 | 18:15 WIB
Pakar telematika, Roy Suryo, memperlihatkan analisis teknis terkait ijazah dan skripsi mantan Presiden Jokowi [Suara.com/Tangkapan Layar Kompas TV]

SuaraJakarta.id - Gelar Perkara Khusus terkait laporan dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Bareskrim Polri. Menjadi sorotan media hari ini.

Pakar telematika, Roy Suryo, yang bertindak sebagai pelapor, menjadi pusat perhatian setelah memaparkan serangkaian bukti yang ia klaim sebagai hasil analisis forensik digital.

Publik menyoroti optimisme tinggi Roy Suryo bahwa kasus ini akan segera naik ke tahap penyidikan.

Gelar perkara di Bareskrim Polri ini digambarkan sebagai "momen bersejarah" oleh Roy Suryo.

Ia mengapresiasi keseriusan kepolisian dalam memfasilitasi forum tersebut. Memberinya kesempatan untuk membedah temuannya secara mendalam.

Berikut adalah poin-poin kunci yang menjadi sorotan utama dari pernyataan Roy Suryo usai gelar perkara.

1. Klaim Kepalsuan 99,9 Persen Berdasarkan Analisis Forensik

Poin paling tajam yang diberitakan adalah klaim Roy Suryo bahwa ijazah dan skripsi Jokowi "99,9% palsu".

Dasar klaim ini bukan lagi spekulasi, melainkan hasil dari dua metode forensik digital utama.

Baca Juga: Kasus Meme Stupa Mirip Jokowi, Roy Suryo Dituntut 1 Tahun 6 Bulan Penjara

- Error Level Analysis (ELA): Roy Suryo menjelaskan bahwa analisis pada dokumen ijazah berwarna yang beredar di media sosial—yang ia sebut diunggah oleh politisi PSI, Dian Sandi—menunjukkan adanya error atau rekayasa digital pada bagian logo dan pasfoto.

- Face Comparison: Temuan paling kontroversial adalah hasil perbandingan wajah.

Analisis forensik, menurut Roy, menyimpulkan bahwa pasfoto di ijazah tidak cocok (not matched) dengan wajah Presiden Jokowi saat ini.

Sebaliknya, foto tersebut justru cocok (matched) dengan sosok lain yang ia inisialkan sebagai DBU (Dumatno Budi Utomo).

2. Ijazah Jokowi Diklaim Tidak Identik dengan Tiga Ijazah Pembanding

Untuk memperkuat argumennya, Roy Suryo membawa tiga ijazah pembanding dari lulusan Fakultas Kehutanan UGM dari angkatan yang sama.

Yaitu milik Frono Jiwo (No. 1115), almarhum Hari Mulyono (No. 1116), dan Sri Murtiningsih (No. 1117).

Ia mengklaim ketiga ijazah pembanding tersebut memiliki format yang identik satu sama lain.

Namun, ijazah Jokowi dengan nomor 1120 disebut memiliki sejumlah perbedaan signifikan sehingga "tidak identik" dengan ketiga pembanding tersebut.

Perbedaan mencakup detail tata letak, seperti posisi huruf pada kata "SARJANA" terhadap logo UGM.

3. Kejanggalan Fatal pada Skripsi

Roy Suryo juga menyoroti dua dugaan kejanggalan fatal pada skripsi Jokowi yang dipaparkan Roy Suryo.

- Gelar Akademik Pembimbing: Terdapat kekeliruan penulisan gelar Prof. Dr. Ir. Achmad Soemitro pada lembar pengesahan.

Roy menyatakan bahwa pada November 1985, saat skripsi disahkan, Achmad Soemitro masih bergelar Doktor, dan baru dikukuhkan sebagai Guru Besar pada Maret 1986.

- Tidak Adanya Lembar Pengujian: Menurut Roy, skripsi tersebut tidak memiliki lembar pengujian yang merupakan bagian krusial sebagai bukti bahwa skripsi telah diuji di hadapan dewan penguji.

"Kesimpulannya, skripsi yang cacat tidak akan lulus dan tidak akan ada ijazah asli," tegas Roy.

4. Desakan Pemanggilan Saksi dan Optimisme Naik Penyidikan

Usai gelar perkara, Roy Suryo dan tim kuasa hukumnya menyatakan bahwa penyidik akan menindaklanjuti temuan mereka.

Ia secara terbuka menantang dan meminta kepolisian untuk memanggil para pemilik ijazah pembanding (Frono Jiwo dan Sri Murtiningsih) serta sosok Dumatno Budi Utomo sebagai saksi kunci.

Mereka berharap status kasus ini dapat segera ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan agar segala tuduhan dapat diuji secara hukum dan menjadi terang benderang bagi publik.

Pelaksanaan gelar perkara khusus ini sendiri dinilai sebagai langkah maju dalam proses penegakan hukum di Indonesia.

Load More