Tasmalinda
Selasa, 16 Desember 2025 | 19:11 WIB
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik Sudaryati Deyang menegaskan pentingnya menjaga keharmonisan dan kerja sama antarpihak
Baca 10 detik
  • Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, menyoroti pentingnya kerja sama di SPPG untuk Program MBG.
  • Konflik internal antara Kepala SPPG, Mitra, dan Yayasan menyebabkan beberapa dapur makan bergizi terhenti operasionalnya.
  • Nanik memberikan batas waktu 30 hari bagi SPPG Mojokerto untuk mendaftar SLHS atau akan ditutup.

SuaraJakarta.id - Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik Sudaryati Deyang menegaskan pentingnya menjaga keharmonisan dan kerja sama antarpihak dalam pengelolaan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ia mengingatkan, konflik internal antara Mitra, Yayasan, dan Kepala SPPG berpotensi membuat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tersendat, bahkan berhenti beroperasi.

Penegasan itu disampaikan Nanik saat Rapat Sosialisasi dan Evaluasi Pelaksanaan Program MBG di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, awal Desember. Menurutnya, keberhasilan program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini sangat bergantung pada sinergi semua unsur yang terlibat di tingkat pelaksana.

“Selain bekerja sama dengan Ahli Gizi, Ahli Akuntansi, dan relawan, Kepala SPPG juga harus bisa bekerja sama dengan Mitra atau Yayasan. Kalau malah berantem dan tidak bisa rukun, bagaimana program yang sangat luar biasa ini bisa berjalan dengan baik, benar, dan aman,” kata Nanik.

Peringatan tersebut muncul setelah BGN menerima laporan adanya sejumlah SPPG yang berhenti beroperasi akibat perselisihan internal. Konflik antara Mitra dengan Kepala SPPG, Ahli Gizi, dan Akuntan membuat pengelolaan dapur terganggu. Perbedaan pandangan berujung pada hengkangnya Ahli Gizi dan Akuntan, sementara Kepala SPPG juga jarang hadir di lokasi.

Salah satu kasus disampaikan oleh Syaikhu, Mitra SPPG Japan Sooko di Mojokerto. Ia menyebut operasional dapur MBG hanya berjalan singkat sebelum akhirnya terhenti. “Kami mulai 20 Oktober, tapi baru berjalan lima hari sudah harus berhenti,” ujarnya.

Nanik menegaskan, tanpa kehadiran dan kerja sama semua pihak, pengelolaan SPPG tidak dapat dilanjutkan. Banyak proses administratif dan teknis menjadi terhambat, mulai dari pengajuan proposal dan pencairan anggaran hingga pemenuhan persyaratan operasional.

Ia menyebutkan, setiap SPPG wajib mengurus sejumlah dokumen penting seperti Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Sertifikasi Halal, serta pelatihan bagi penjamah makanan. Persyaratan tersebut menjadi kunci agar pelaksanaan Program MBG berjalan aman dan sesuai standar.

Padahal, lanjut Nanik, Dinas Kesehatan di Kabupaten dan Kota Mojokerto selama ini telah bersikap proaktif membantu pengurusan SLHS, IPAL, Sertifikasi Halal, hingga pelatihan penjamah makanan. Namun, konflik internal membuat banyak SPPG belum memanfaatkan dukungan tersebut secara maksimal.

Data yang dipaparkan menunjukkan, dari 52 SPPG yang telah beroperasi di Kabupaten Mojokerto, baru delapan yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi. Sementara di Kota Mojokerto, dari tujuh SPPG yang beroperasi, baru tiga yang mengantongi sertifikat serupa.

Baca Juga: Pramono Anung Ungkap Destinasi Baru Wisatawan Datang ke Jakarta

Untuk itu, Nanik memberi tenggat waktu kepada seluruh pengelola SPPG agar segera mendaftarkan pengurusan SLHS. “Sekarang yang penting kalian daftar dulu. Saya beri waktu 30 hari. Kalau dalam 30 hari belum juga mendaftar, SPPG akan kami tutup,” tegasnya.

Sebagai Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Antar Kementerian/Lembaga dalam pelaksanaan Program MBG, Nanik juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang merasa paling berkuasa atau paling paham dalam satu lingkup SPPG. Menurutnya, dominasi dan ego justru akan merusak kerja tim.

“Kita ini satu tim. Jangan saling membenci, apalagi menyimpan dendam. Kalian bisa mencontoh Pak Prabowo. Beliau saja bisa merangkul semua lawan politiknya. Masa di sini, sesama tetangga kampung malah bermusuhan,” tutup Nanik.

Load More