SuaraJakarta.id - Sebanyak 185 pelajar di Kota Tangerang diamankan saat hendak melakukan aksi domo tolak Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) oleh Polres Metro Tangerang Kota.
Polisi pun mengancam akan memasukkan nama para pelajar itu dalam daftar orang yang pernah bertindak tak terpuji dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Akibatnya, hal itu akan berimbas pada saat mereka mencari pekerjaan nantinya.
"Di SKCK itu ada catatan kepolisian disitu pasti nanti ada catatan dari temen intel pernah masuk di kepolisian pada tanggal kesekian karena apa gitu," ujar Kapolrestro Tangkot Kombes Pol Sugeng Haryanto, Rabu (14/10/2020).
Baca Juga:Polisi Ancam Catat Pelajar Ikut Demo dalam SKCK, KPAI: Jelas Berlebihan!
"Saya mengimbau kepada teman-teman pelajar melakukan hal-hal tolong dipikirkan kembali jangan sampai apa yang dilakukan menjadi catatan kepolisian nanti dalam melakukan pengurusan SKCK," tambah Sugeng.
Menurut Sugeng, apa yang dilakukan oleh polisi tidak berlebihan. Memasukkan pelajar ke dalam SKCK sudah sesuai dengan prosedur.
Tak hanya Polrestro Tangkot saja namun dilakukan oleh semua jajaran kepolisian.
"Ya saya pikir ini proses yang memang harus dilakukan oleh kepolisian itu menjadi prosedur kita juga. Di Polres lain itu diberlakukan hal yang sama," ujar Sugeng.
Namun, kata Sugeng, dalam SKCK nanti memang tak disebutkan pelanggaran apa yang dilakukan oleh pelajar. Sehingga hal tersebut diklaim Sugeng tak dapat menjadi patokan pelajar saat mencari kerja nanti.
Baca Juga:KPAI: Pelajar Ikut Demo UU Cipta Kerja Jangan Dikeluarkan dari Sekolah
"Kan hanya catatan nanti didalam proses penerimaan tentu kan dia perusahaan atau siapa yang menjadi tujuan dari teman-teman adik sekolah atau yang mungkin nanti mau melakukan melamar pekerjaan, pastikan nanti ada interview sampai sejauh mana sih ini catatan kepolisian ini," jelas Sugeng.
Sementara itu, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Jafar menilai memasukan pelajar tersebut dalam catatan kepolisian terlalu berlebihan.
Lantaran, para pelajar yang diamankan itu belum sempat melakukan tindakan yang melanggar hukum.
"Bahkan tidak pernah disangka melakukan satu dugaan tindak pidana tertentu itu kan tidak ada, jadi kemudian tidak selayaknya juga di-blacklist," ujarnya.
Menurut Wahyudi hal yang dilakukan oleh polisi tersebut tidak ada dasar hukumnya. Sementara, wewenang polisi saat menandai orang dalam SKCK harus ada tindakan yang telah melanggar hukum.
"Itu kan lebih pada catatan ketika seseorang itu pernah disangka atau pernah menjalani suatu tindak pidana. Sementara ini kan belum ada tindak pidana apapun," kata Wahyudi.
"Jadi tidak selayaknya juga kemudian catatan itu diberikan atau kemudian didalam SKCK-nya itu dikatakan pernah mengikuti demonstrasi dan sebagainya," tambah Wahyudi.
Wahyudi juga sangat menyangkan ancaman polisi memasukan pelajar yang ikut demo UU Cipta Kerja dalam SKCK. Menurutnya, aksi unjuk rasa bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal tersebut dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sehingga tindakan preventif yang dilakukan polisi sama saja telah melanggar HAM.
"Demonstransi itu berarti mereka jugakan menggunakan haknya sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang jadi tidak tepat juga kemudian justru malah mereka kemudian diberikan catatan negatif, ya dalam konteks ini yang diberikan oleh kepolisian. Nah jadi itu tidak berdasar juga pemberian catatan itu," tegas Wahyudi.
Kemudian, dalam konteks perlindungan data pribadi, kata Wahyudi, pengamanannya bahkan harus ketat dibanding data pribadi lainnya.
"Bahkan kalau di dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang berlaku hari ini UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang data ya misalnya, ini dikatakan sebagai aib seseorang ya itu adalah data pribadi yang harus dirahasiakan," tutur Wahyudi.
Terkecuali dengan pelajar yang sudah melakukan tindakan yang melanggar hukum. Seperti melakukan perusakan dan penyerangan.
"Ya kalau perusakan atau kekerasan kan itu memang ada ancaman pidananya itu kemudian bisa berpengaruh kepada catatan seseorang," jelaa Wahyudi.
Sementara, Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten, M.Yusuf menilai perihal masalah ini aparat lebih mengerti.
Sementara, Dinas Pendidikan, kata Yusuf, hanya berwenang terkait kenakalan yang berdampak pelanggaran disiplin sekolah oleh pelajar.
"Karena jika ada delik yang faham aparat penegak hukum. Jika berkaitan kejahatan oleh anak anak, saya rasa aparat penegak hukum lebih faham," pungkasnya.
Kontributor : Irfan Maulana