SuaraJakarta.id - Polisi membeberkan alasan menahan dan menetapkan Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Anton Permana sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian dan penghasutan terhadap demostran menolak Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja hingga berujung ricuh.
Dalam kasus ini, polisi menyoal pernyataan Anton di jejaring sosial seperti Facebook dan Youtube.
Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono, salah satu pernyataan Anton yakni menyebut NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia.
"Dia sampaikan di Facebook dan YouTube banyak sekali, misalnya multifungsi Polri melebihi Dwifungsi ABRI. NKRI jadi Negara Kepolisian Republik Indonesia," kata Argo di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020).
Baca Juga:Gatot Cs Ditolak Besuk Tokoh KAMI di Bareskrim, Ini Penjelasan Mabes Polri
Selain itu, Argo mengungkapkan bahwa melalui media sosial Anton juga berujar bahwa Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja sebagai bukti negara telah dijajah dan dikuasai oleh cukong.
"Dan juga negara tak kuasa lindungi rakyatnya, negara dikuasai cukong, VOC gaya baru," beber Argo.
Argo lantas merincikan sejumlah barang bukti yang diamankan penyidik dari tangan Anton. Beberapa barang bukti tersebut diantaranya; flashdisk, handphone, laptop, dan dokumen-dokumen hasil tangkapan layar atau screen capture.
Atas perbuatannya, Anton dipersangkakan dengan Pasal 28 Ayat 2, Pasal 45a Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, dia juga dipersangkakan dengan Pasal 14 Ayat 1 dan 2 serta dan Pasal 15 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 207 KUHP.
"Ancamannya 10 tahun," pungkas Argo.
Baca Juga:Tolak Gatot Nurmantyo Cs Jenguk Petinggi KAMI, Ini Alasan Mabes Polri
Gatot Cs Dilarang Besuk
Siang tadi, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo bersama sejumlah tokoh mendatangi Bareskrim Polri.
Kedatangan mereka dimaksudkan untuk menemui sejumlah anggota dan petinggi KAMI yang ditahan.
Pantauan Suara.com mereka tiba di Bareskrim Polri sekira pukul 12.20 WIB. Selain Gatot, beberapa tokoh yang hadir di antaranya seperti Din Syamsuddin, Rochmat Wahab, Ahmad Yani hingga Rocky Gerung.
Ricuh
Keributan sempat terjadi antara rombongan Gatot dan petugas kepolisian yang berjaga di lobi Bareskrim Polri. Mereka adu argumen hingga akhirnya Gatot dan rombongan batal menemui anggota dan petinggi KAMI.
Dalam kesempatan tersebut, Gatot menjelaskan bahwa pihaknya tidak diberikan izin untuk menengok.
"Gini, kita kan bertamu meminta izin untuk menengok. Kami presidium, eksekutif, dan lain-lain. Kami menunggu sampai tidak ada jawaban. Ya terima kasih, nggak ada masalah. Ya sudah," tutur Gatot.
Saat ditanya apa alasan penolakan tersebut, Gatot mengaku tidak tahu. Dia juga menyampaikan tak mempermasalahkan hal itu.
"Enggak tahu, ya pokoknya enggak dapat izin. Ya enggak masalah," katanya.
Penangkapan
Polisi sebelumnya meringkus delapan orang yang merupakan anggota dan petinggi KAMI. Mereka dituding telah menyebarkan ujaran kebencian dan melakukan penghasutan terkait demo menolak Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja hingga berujung anarkis.
Dari delapan orang tersebut, empat diantaranya ditangkap di Jakarta. Mereka adalah anggota Komite Eksekutif KAMI, Syahganda Nainggolan; Deklator Anggota Komite Eksekutif KAMI, Jumhur Hidayat; deklator KAMI, Anton Permana; dan penulis sekaligus mantan caleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Kingkin Anida.
Sedangkan empat orang lainnya ditangkap di Medan, Sumatra Utara. Keempatnya adalah Ketua KAMI Sumatera Utara Khairi Amri, Juliana, Devi, dan Wahyu Rasari Putri.
Kekinian delapan orang tersebut pun telah ditetapkan sebagai tersangka dan di tahan di Rutan Bareskrim Polri.