Sejarah Masjid Pintu Seribu Tangerang, Ada Lorong Gelap Pengingat Mati

Masjid Pintu Seribu Tangerang berdiri pada tahun 1978 dan dirikan oleh Syekh Ami Al-Faqir Mahdi Hasan Al-Qudrotillah Al-Muqoddam.

Rizki Nurmansyah
Selasa, 04 Mei 2021 | 09:05 WIB
Sejarah Masjid Pintu Seribu Tangerang, Ada Lorong Gelap Pengingat Mati
Masjid Agung Nurul Yaqin, atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Pintu Seribu, di Kampung Bayur, Periuk, Kota Tangerang. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]

SuaraJakarta.id - Masjid Pintu Seribu atau yang memiliki nama asli, Masjid Agung Nurul Yaqin, menjadi salah satu destinasi wisata ziarah di Banten.

Masjid yang berada di Kampung Bayur, Periuk, Kota Tangerang ini diketahui telah berusia puluhan tahun dengan luas tanah 1 hektare.

Masjid Pintu Seribu memiliki banyak cerita bersejarah. Mulai dari makam keramat hingga labirin sebagai tempat perenungan.

Baca Juga:Menelisik Masjid Jami Kalipasir Tangerang, Ada Peninggalan Sunan Kalijaga

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Masjid Pintu Seribu, SuaraJakarta.id—grup Suara.com—mendatangi lokasi tersebut.

Lokasi yang ditempuh untuk menuju ke sana membutuhkan waktu 20 menit jika menggunakan sepeda motor dari Pusat Pemerintahan Kota Tangerang.

Sepintas, tak ada yang istimewa dari masjid tersebut. Bahkan, kondisi masjid tampak tidak terawat.

Beberapa bagian bangunan masjid tersebut yang dihiasi cat sudah mulai hilang. Bahkan terlihat seperti belum selesai.

Kendati demikian, beberapa dinding di masjid tersebut dipenuhi kaligrafi dan beberapa lukisan para wali, seperti Sunan Kudus.

Baca Juga:Punya Wajah Baru, Jalan Sunan Kudus Jadi Tempat Warga Berkerumun

Foto Sunan Kudus di Masjid Agung Nurul Yaqin, atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Pintu Seribu, di Kampung Bayur, Periuk, Kota Tangerang. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]
Lukisan Sunan Kudus di Masjid Agung Nurul Yaqin, atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Pintu Seribu, di Kampung Bayur, Periuk, Kota Tangerang. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]

Juru pelihara sekaligus pengurus masjid, Rusdi menceritakan jika Masjid Pintu Seribu Tangerang berdiri pada tahun 1978 dan dirikan oleh Syekh Ami Al-Faqir Mahdi Hasan Al-Qudrotillah Al-Muqoddam.

Ia menambahkan Syekh Ami masih keturunan keenam dari Syekh Syarif Hidayatullah Cirebon atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

"Awalnya masjid didirikan tahun 1978 selesai 1982. Pendiri Syekh Ami Al-Faqir Mahdi Hasan Al-Qudrotillah Al-Muqoddam. Beliau keturunan Sunan Gunung Jati," ujar Rusdi, ditemui beberapa waktu lalu.

Rusdi menuturkan inspirasi arsitek masjid ini dari Syekh Ami. Kemudian dibantu warga lingkungannya untuk membangun masjid tersebut.

"Beliau mengajak lingkungan di sini untuk sama-sama membangun masjid. Jadi Syekh minta bentuknya kayak gini. Kalau dilihat dari atas, seperti Masjidil Haram," kata Rusdi.

"Kalau disebut pintu seribu, karena pintunya banyak (dan) lorong-lorong," sambungnya.

Rusdi menerangkan selain tempat beribadah, di masjid ini juga ada makam dari Syekh Ami Al-Faqir berserta keluarganya.

Dirinya menambahkan banyak pengunjung dari berbagai daerah datang ke tempat ini untuk berziarah. Para peziarah yang datang, mulai dari Jawa hingga Sumatera.

"Jadi dibagi-dibagi, ada makam (Syekh Ami), dan keluarganya, ada ibadah, ada tempat qunut. (intinya ini lorong) dibagi-dibagi, " tuturnya.

"Mereka yang datang setelah berziarah ke langsung ke tempat pintu seribu. Di situ mereka berzikir dan mengingat mati," tuturnya.

Masjid Agung Nurul Yaqin, atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Pintu Seribu, di Kampung Bayur, Periuk, Kota Tangerang. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]
Masjid Agung Nurul Yaqin, atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Pintu Seribu, di Kampung Bayur, Periuk, Kota Tangerang. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]

SuaraJakarta.id mencoba memasuki lorong-lorong tersebut. Semakin berjalan ke dalam semakin sempit dan gelap. Lengan kanan dan kiri juga menyentuh dinding-dinding tembok.

"Di sini lah banyak ruangan-ruangan sempit dan gelap sebagai tempat untuk berzikir dan merenung akan ingat mati," tuturnya.

"Jadi yang masuk ke dalam sini seolah kita memang merasakan berada di dalam kubur, dengan kondisi sempit, gelap dan tidak ada lampu," imbuhnya.

Sepanjang jalan di dalam memang terlihat banyak sekat tembok bata yang tidak diplester berukuran 1x1 meter. Bawahnya juga tak berlantai, hanya tanah.

Rusdi menerangkan bangunan terdiri dari tiga lantai. Namun untuk tempat yang digunakan sebagai ibadah hanya di lantai 1. Lantai 2 dan 3 difungsikan apabila jamaah sudah tidak tertampung.

"Mau terus lagi ke dalam. Lorong ini panjangnya sampai 200 meter dengan banyak ruangan seperti ini. Saya sendiri belum pernah menghitung ada berapa ruangan ini," ucapnya.

Masjid Agung Nurul Yaqin, atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Pintu Seribu, di Kampung Bayur, Periuk, Kota Tangerang. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]
Masjid Agung Nurul Yaqin, atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Pintu Seribu, di Kampung Bayur, Periuk, Kota Tangerang. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]

Setelah melewati lorong-lorong, SuaraJakarta.id mencoba memasuki ruangan yang digunakan untuk tempat ibadah.

Terlihat salah seorang warga sedang membaca Quran sambil menunggu waktu berbuka puasa.

Nampak sebuah beduk besar di bagian belakang shaf perempuan. Kemudian di tiang penyanggah terlihat juga tulisan kaligrafi untuk memeperindah Masjid Pintu Seribu.

Rusdi menuturkan, Masjid Pintu Seribu Tangerang hanya bisa menampung puluhan orang. "Biasanya 20-30 orang sholat di tempat ini," tutupnya.

Kontributor : Muhammad Jehan Nurhakim

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini