Sulaiman menerangkan, pembangunan perkebunan itu diperkirakan dilakukan pada tahun 1800-an. Saat itu, luas perkebunan mencapai 150 hektare. Saat itu karet dan tebu jadi komoditi besar.
Tetapi, lahannya sudah habis dimiliki pengembang besar untuk melakukan pembangunan kawasan elit besar-besaran.
"Ini eks perkebenunan sekira tahun 1800-an. Pemerintah Hindia-Belanda membangun perkebunan jadi pusat ekonomi rakyat tempo dulu. Dari 150 hektare, sisanya tinggal 7,3 hektare," terang Sulaiman.
Sulaiman mengaku tak begitu banyak tahu soal sejarah Rumah Belanda 1891 Cilenggang.
Baca Juga:Asal Usul Roti Buaya dan Mitos Buaya Putih Penunggu Encuk di Jakarta
Tetapi, dari cerita orang tuanya, selain rumah, bangunan tersebut sering dijadikan tempat rapat dan menggelar pesta para pejabat.
Selain dua rumah Belanda itu, dahulu lanjut Sulaiman, terdapat satu gedung direktur perkebunan yang cukup megah.
Bentuknya seperti gedung Istana Negara saat ini. Sayangnya, kini gedung tersebut sudah rata dengan tanah.
Tak jelas, mengapa bangunan gedung itu diratakan. Padahal, kata Sulaiman, jika dibiarkan ada, gedung tersebut menjadi bukti peninggalan sejarah di Cilenggang Tangsel.
"Dulu ada gedung direktur perkebunan hampir mirip gedung Istana Negara. Tetapi sudah dihancurkan. Sayang banget, padahal saksi sejarah dulu Serpong jadi pusat ekonomi masyarakat," ungkapnya.
Baca Juga:Berwisata ke Kebun Raya Bogor Penyebab Asmara Kandas, Mitos atau Fakta?
![Sulaiman, Ketua RT sekaligus sukarelawan yang merawat Rumah Belanda 1891 Cilenggang. [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/06/17/13832-rumah-belanda-1891-cilenggang.jpg)
Cagar Budaya