SuaraJakarta.id - Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang dr. Liza Puspadewi mengatakan, tingkat keterisian kasur atau Bed Occupancy Rate (BOR) di Kota Tangerang turun menjadi 82,79 persen.
Kata dia, hal ini terjadi sejak diberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dapat menurunkan jumlah orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Sehingga, yang melakukan perawatan lebih sedikit.
"BOR 82,79 persen. Jadi kapasitas kita kan ada 2005, kemudian yang terpakai 1660," ujar Liza saat ditemui di Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Sabtu (24/7/2021).
"Sekarang (BOR) sudah renggang atau sudah lebih terkontrol," sambungnya.
Baca Juga:Usai Viral Mural Tuhan Aku Lapar, Pria Tangerang Ini Buat Dua Mural Baru
Sementara itu, untuk tingkat keterisian ICU mencapai 89 persen. Hal ini terjadi karena pasien yang menjalani perawatan di ruang tersebut lebih lama.
"ICU angka 89 persen. Jumlah total ICU kita ada 171, (masih tinggi) karena orang yang dirawat ICU lama," ucap dia.
Sebelumnnya, tingkat keterisian tempat tidur atau BOR pasien COVID-19 di rumah sakit maupun rumah isolasi terkonsentrasi (RIT) Kota Tangerang mengalami penurunan selama penerapan PPKM.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang, dr Liza Puspadewi mengungkapkan, di akhir Juni tingkat BOR pasien COVID-19 mencapai 93 persen.
“Data per 20 Juli, tingkat keterisian tempat tidur pasien COVID-19 dari 32 RS turun menjadi 85,83 persen. Sedangkan kapasitasnya, dari 1.834 tempat tidur dan 170 ICU, terisi 1.567 tempat tidur dan 153 ICU,” kata Liza, Rabu (21/7/2021).
Baca Juga:Ini Dia Sosok Pembuat Mural Viral Tuhan Aku Lapar di Tangerang
Liza pun menjelaskan keterisian tempat tidur RIT di akhir Juni mencapai 100 persen hingga pasien harus masuk dalam daftar tunggu (waiting list).
Sedangkan data terkini, tingkat keterisian tempat tidur RIT hanya 48,97 persen. Terinci, tujuh RIT yang dioperasionalkan dengan kapasitas 434 tempat tidur, hanya terisi 179 tempat tidur atau kosong 255 tempat tidur.
Penurunan ini, selain kasus yang mulai menunjukkan penurunan secara perlahan, juga dikarenakan banyak pasien OTG yang memilih untuk isolasi mandiri di rumah saja.
"Mereka lebih nyaman di rumah sendiri, banyak juga karena mereka isolasinya se-keluarga. Selain itu, di rumah juga sudah dikirim obat-obatan oleh puskesmas, dan bantuan makanan setiap hari oleh satgas setempat,” ujarnya.
Kontributor : Muhammad Jehan Nurhakim