Kasus Prostitusi Anak di Apartemen Kalibata Bermula Dari Hilangnya Remaja di Depok

Memang sebelumnya terjadi percekcokan antara anak dan keluarga dengan ibu tersebut. Kemudian nggak berapa lama si anak nggak pulang, kata Azis.

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut
Rabu, 13 Oktober 2021 | 18:40 WIB
Kasus Prostitusi Anak di Apartemen Kalibata Bermula Dari Hilangnya Remaja di Depok
Ilustrasi prostitusi online (Shutterstock)

SuaraJakarta.id - Sindikat prostitusi online yang melibatkan dua orang pelajar SMA usia 16 tahun diungkap Polres Metro Jakarta Selatan berdasarkan pengembangan kasus hilangnya seorang remaja puteri di Depok, Jawa Barat.

Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Azis Andriansyah mengatakan awalnya Polres Depok mendapat laporan dari seorang ibu tentang putrinya yang hilang pada September lalu. Remaja putri tersebut dilaporkan kabur dari rumah selama dua pekan.

“Memang sebelumnya terjadi percekcokan antara anak dan keluarga dengan ibu tersebut. Kemudian nggak berapa lama si anak nggak pulang,” kata Azis di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (13/10/2021).

Polres Depok pun melakukan pencarian dan berkoordinasi dengan Polres Metro Jakarta Selatan, hingga akhirnya anak remaja itu ditemukan di Apartemen Kalibata City.

Baca Juga:Dieksploitasi Jadi Pekerja Seks, 2 Pelajar SMA Juga Diperalat Jadi Pemuas Nafsu Mucikari

“Di situ kemudian dilakukan penyelidikan dan ternyata anak tersebut kemudian menjadi korban prostitusi online atau dieksploitasi secara seksual maupun ekonomi sebagai seorang anak,” ungkap Azis.

Saat itu pula, bukan hanya remaja tersebut yang ditemukan. Melainkan ada lima orang pria dan satu remaja lainnya.

“Di situ kami menemukan dia bersama beberapa laki-laki ini, ternyata laki-laki ini adalah bertindak selaku mucikari yang menjajakan dua anak tersebut melalui aplikasi MiChat,” papar Azis.

Kelima pria itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah CD (25), bertugas mengantar jemput korban. Kemudian AL (19), FH (18), dan DA (19) berperan menjajakan korban lewat aplikasi Mi Chat, sementara AM (36) penyewa apartemen untuk menampung para korban.

Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian dua anak remaja tersebut dipasang tarif Rp250 ribu hingga Rp750 ribu. Para pelaku mendapatkan komisi berkisar Rp50 ribu sampai Rp250 ribu dari setiap pelayanan masing-masing korban.

Baca Juga:Eksploitasi Pelajar SMA Lewat Prostitusi Online, Lima Pemuda Jadi Tersangka

“Kemudian ada satu lagi sedikit potongan dari tarif tersebut yang digunakan untuk menyewa kamar. Menyewa kamar beberapa jam atau satu hari Rp 300 ribu,” jelas Azis.

Belum diketahui secara pasti berapa lama para korban diperjual belikan, karena masih dalam proses penyelidikan. Namun, pengakuan korban, telah melakukannya belasan kali.

“Kalau dalam seharinya, kami perdalam lagi. Tapi ada satu korban yang menyatakan dia sudah lebih dari 17 kali, dia sudah tidak ingat tapi, kayaknya lebih dari 17 kali, itu kata korban,” tutur Azis.

Adapun modus para pelaku untuk merekrut korban dengan mengiming-imingi penghasilan yang menggiurkan.

“Diiming-imingi dengan uang, sehingga anak-anak yang masih di bawah umur tersebut rentan terpengaruh dan akhirnya mau untuk dijajakan secara online,” ucapnya.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 88 Jo 75 (i) atau pasal 83 jo 76 (f) atau pasal 81 jo 76 (d) Undang-undang (UU) nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, atau pasal 2 ayat (1) UU nomor 21 tahun 2007 tentang perdagangan orang ancaman pidana maksimal 15 tahun.

Sementara para korban sedang menjalani proses pemulihan psikologis, mengingat usia mereka yang masih belia.

“Sekarang lagi proses rehabilitasi psikologis atas pengajuan dari penyidik,” ujar Azis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini