SuaraJakarta.id - Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Setyo Koes Heriyanto mengatakan, pihaknya kini tengah memburu seorang warga negara asing (WNA) berinisial M yang diduga bos sindikat pinjaman online alias pinjol ilegal di Cengkareng, Jakarta Barat.
"Pengejaran ke pemilik kantor saudara P dan M, dan juga yang diduga sebagai pemilik pinjol saudara M yang kemungkinan dugaan kami sebagai WNA," kata Setyo dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Pusat, Kemayoran, Selasa (19/10/2021).
Setyo menjelaskan bahwa saat ini pihaknya telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap enam tersangka kasus pinjol ilegal di Cengkareng.
Yakni IK sebagai penagih (collection desk), JS sebagai leader, NS selaku supervisor, RRL sebagai penagih, HT sebagai leader dan MSA sebagai pelapor (reporting).
Baca Juga:Ya Ampun! Tagih dengan Foto Porno, Pinjol Ilegal Ini Mematok Bunga Rp100 Ribu Per Hari
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat Kompol Wisnu Wardhana menjelaskan, pihaknya masih mengembangkan pemilik pinjol yang diduga WNA tersebut berdasarkan bukti percakapan di grup aplikasi perpesanan.
"Dugaan WNA karena ditemukan bukti percakapan di grup pengurus pinjol ini ada bahasa asing, kemudian ada translator (penterjemah). Makanya kami akan kembangkan untuk ke depannya," kata Wisnu.
Seperti diketahui, kasus sindikat pinjol ilegal ini berawal dari penggerebekan yang dilakukan jajaran Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat di sebuah ruko Sedayu Square, Cengkareng, Jakarta Barat pada Rabu (13/10).
Sejumlah barang bukti yang telah diamankan polisi, yakni sebanyak 57 unit perangkat komputer CPU, 56 telepon genggam, dua unit laptop dan satu perangkat CCTV.
Akibat perbuatannya, tersangka dikenakan pasal berlapis, yaitu Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat 1 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 27 Ayat 4 Undang-Undang Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca Juga:Bekuk 56 Orang Kasus Kantor Pinjol Ilegal di Cengkareng, Polisi Cuma Tetapkan 6 Tersangka
Tersangka penagih pinjaman online diduga menggunakan ancaman, bahasa kasar, hingga penyebaran video asusila ke media sosial korban jika pinjaman tidak dilunasi. [Antara]