SuaraJakarta.id - Sebagai pekerja, Mantono dituntut profesional semaksimal mungkin sebagai asisten rumah tangga. Di sisi lain, sebagai muslim dia harus meneguhkan keimanannya bekerja di tempat ibadah umat Katolik.
Mantono, atau biasa dipanggil Dejan, bekerja sebagai asisten rumah tangga di pastoran atau rumah pastor di Gereja Katolik Santo Laurensius, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Hampir 10 tahun dia bekerja di sana, menyiapkan segala kebutuhan salah satu pastur.
Mulai dari menyiapkan pakaian, menyapu, mengepel, mencuci piring hingga memasak untuk sang pastor. Terlebih ketika Natal, Mantono juga ikut sibuk menyiapkan segala kebutuhan sang pastor untuk Misa Natal.
Kepada SuaraJakarta.id, Mantono bercerita awal mula menjadi asisten rumah tangga pastoran di Gereja Katolik Santo Laurensius. Dia mendapat pekerjaan itu ditawari kerja oleh saudaranya yang sudah lebih dulu kerja di gereja.
Baca Juga:Unik! Bukan Cemara, Gereja Mewah di Tangsel Ini Buat Pohon Natal dari Sembako
Tetapi, saat awal kerja pada 2011, Dejan tak langsung menjadi asisten di pastoran. Hanya membantu bersih-bersih sekitaran gereja.
"Awal mula waktu itu ada saudara kerja nyapu di klaster dewan gereja sini. Awal mula saya bantu-bantu di gereja bukan di pastoran tahun 2011," kata dia.
Terpenting Halal
Mantono menerangkan, semula tidak mudah bekerja di lingkungan yang berbeda dengan keyakinannya. Dia harus menghadapi pergolakan batin dan harus bisa membiasakan diri berada di tempat ibadah umat Kristiani itu.
Tak hanya itu, Mantono juga harus menghadapi pandangan negatif dari lingkungan tinggalnya. Pasalnya, sebagai seorang muslim bekerja di tempat ibadah agama lain masih dianggap sesuatu yang tabu di masyarakat.
Baca Juga:Gereja Santo Laurensius Batasi Jemaat Misa Natal, Lebih Sedikit dari Aturan Pemkot Tangsel
"Kalau pergolakan (batin) semua orang pasti ngerasain. Namanya bukan di tempat biasa kita masuk buat ibadah. Tapi saya tidak ambil pusing, yang penting niat saya kerja, nyari yang halal," ungkapnya.
Seiring waktu berjalan, Mantono mulai terbiasa dengan pekerjaanya. Dia tak lagi menghiraukan pandangan negatif pada dirinya.
Dia mencoba berpegang teguh pada pendiriannya bahwa pekerjaan yang dilakukannya halal meski berkerja di tempat ibadah agama lain.
"Awal-awal saudara sama teman pada nanya, heran saya kerja di gereja. Saya pandang sih kalau kita kerja ikhlas dan apa adanya, kalau ada yang ngejek sebelah mata kerja di gereja, yang penting saya kerjanya halal. Nggak ada rasa minder, kecuali kita nggak baik, kemungkinan nggak enak," katanya.
"Kalau menurut saya sama aja di mana tempat kita bekerja yang penting halal. Kalau kita niatnya baik Insya Allah. Saya kerja buat anak istri di rumah, yang penting bukan mencuri," tambahnya tersenyum.
Tak Kesulitan untuk Salat
Selama bekerja, Mantono tak merasa kesulitan untuk menjaga salat. Dia bisa salat di mana saja. Tapi dia juga menghargai tempat-tempat mana yang sangat dijaga oleh pihak gereja.
Di pastoran, Mantono bisa leluasa melaksanakan salat setiap waktunya. Terpenting, tempatnya bersih dan nyaman untuk beribadah kepada Allah SWT.
"Di sini banyak ada tempat buat dipakai salat, di kamar yang biasa digunakan untuk tamu itu juga boleh. Kalau shalat kan yang penting niatnya, tempatnya bersih sudah gitu aja. Semua tempat asal bersih, bisa shalat," ungkapnya.
Meski hanya sebagai asisten rumah tangga, namun Mantono memiliki "keistimewaan". Dia diizinkan masuk ke area-area tertentu yang tidak bisa semua orang, termasuk pengurus gereja masuk jika tak ada kepentingan di pastoran.
Untuk dipercaya menjadi asisten rumah tangga di rumah pastor pun diakui tidak sembarang. Mantono harus benar-benar memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
"Terpenting apa yang pastor mau kita jalani. Kalau ada kesalahan ya kita perbaiki kita jalani. Saya ada salah pastor negor, awal-awal begitu. Tapi sekarang karena saya terbiasa sudah paham ya enak aja, ngikutin aturan di sini. Yang penting kita paham, kalau ditegur sekali kita nggak paham juga ya itu bahaya. Kalau sudah ditegur sekali, berarti harus kita pelajari," bebernya.
Mantono berpesan, sebagai makhluk sosial dan ada di negara dengan keragaman agama, suku dan ras, tak perlu lagi ada perdebatan ketika ada perbedaan. Karena semua sudah diatur dan sudah ada ketentuannya.
"Saling toleransi saja, nggak ada paksaan apapun. Kalau ada perbedaan agama ya kita saling hargai semua pasti paham. Misalnya tetangga kita ada non muslim kita juga kadang suka bagi ketupat, saling jaga rasa. Kerja ya kerja, agama masing-masing. Agama mu agama mu, agama saya ya agama saya," pungkasnya.
Kontributor : Wivy Hikmatullah