Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi, Rektor UMT Klaim Pelaku Bukan Dosen dan Terjadi di Luar Kampus

Amarullah juga membantah, bahwa tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu pegawainya itu berada di luar lingkungan kampus.

Rizki Nurmansyah
Rabu, 30 Maret 2022 | 15:07 WIB
Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi, Rektor UMT Klaim Pelaku Bukan Dosen dan Terjadi di Luar Kampus
Ilustrasi pelecehan seksual mahasiswi. [Suara.com/Rochmat]

SuaraJakarta.id - Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Ahmad Amarullah angkat bicara soal dugaan kasus pelecehan seksual yang dialami seorang mahasiswinya. Terduga pelaku berinisial SB.

Ahmad membantah bahwa pelaku statusnya bukan sebagai dosen melainkan hanya staf atau pembantu dosen yang bertanggungjawab atas studio teater. Hal itu tertuang dalam surat keputusan yang dikeluarkan oleh pihak yayasan pada 2017 lalu.

"Di surat keputusan yayasan dari 2017 dapat SK sebagai staf laboratorium teater. Di dalam SK-nya ditandatangani oleh yayasan. Begitu saya bongkar ternyata ada bukti dokumen sebagai staf di laboratorium teater yang ditandatangi yayasan. Bukan dosen, dia cuma staf lab teater," katanya saat dikonfirmasi SuaraJakarta.id—grup Suara.com—Rabu (30/3/2022).

Pernyataannya tersebut sekaligus membantah surat pemberitahuan skorsing nomor 511/III.3.AU/D/2022. Dalam surat tersebut tertulis terduga pelaku SB menjabat sebagai Dosen Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan.

Baca Juga:Pilu! Mahasiswi UMT Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual Dosen, Begini Kronologi Lengkapnya

Surat skorsing tersebut ditandatangani lengkap stempel basah oleh Rektor UMT H Ahmad Amarullah tertanggal 11 Maret 2022.

Menanggapi surat tersebut, Amarullah mengaku, hal itu sebagai kekeliruan. Dia berdalih, saat ini hanya fokus pada keputusan skorsing lima semester kepada korban yang diklaim sebagai hasil kesepakatan antara pihak keluarga korban dan pelaku.

"Iya itu kekeliruan aja karena fokusnya bukan ke situ (jabatan), saya fokusnya keluarga sama pelaku sudah clear. Akhirnya ditandatangani. Begitu saya cek di data DIKTI nggak ada, website FKIP juga enggak ada. Setelah di cek dia cuma pembantu dosen ngajar di luar kampus di teater," dalih Amarullah.

Ilustrasi pelecehan seksual. Mahasiswi Unsri disekap saat Yudisium [Suara.com/Iqbal Asaputro]
Ilustrasi pelecehan seksual mahasiswi. [Suara.com/Iqbal Asaputro]

Dia menuturkan, standar minimal untuk menjadi dosen di UMT harus sudah menamatkan pendidikan S2. Tetapi, pelaku SB hanya memiliki gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).

"Iya itu kesalahan dan bisa dicek di pangkalan data Dikti nama itu nggak ada. Di website-nya FKIP itu juga nggak ada, dan kriteria minimal kan harus S2. Dan mungkin karena dia sering melatih mahasiswa mungkin dianggapnya sebagai dosen. Dia juga ngajarnya di luar kelas teater," tuturnya.

Baca Juga:Sidang Vonis Sempat Diundur lalu Ditunda, Dosen Terdakwa Pelecehan Akhirnya Bebas

Selain soal status pelaku, Amarullah juga membantah, bahwa tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu pegawainya itu berada di luar lingkungan kampus.

Menurutnya, jika sudah di luar kampus, pihaknya pun tak dapat menjangkau dan menjamin keamanan serta keselamatan mahasiswanya.

"Kejadiannya ada di luar kampus dan tentu semua sepakat kalau aktivitas di luar kampus kita tidak mungkin menjangkau untuk pengawasan. Tapi apapun alasannya dan di manapun karena walaupun bukan dosen tetap jadi pegawai kita," paparnya.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini