Minta Aksara Pegon Dibakukan, Menag: Raja-Raja Zaman Dulu Tulis Pakai Huruf Itu untuk Kelabui Kolonial

"Mungkin kita tidak akan bisa merasakan nikmatnya berislam di Nusantara kalau tidak ada huruf pegon yang menjadi perantara syiarnya," ujar Menag Yaqut.

Rizki Nurmansyah
Sabtu, 22 Oktober 2022 | 08:00 WIB
Minta Aksara Pegon Dibakukan, Menag: Raja-Raja Zaman Dulu Tulis Pakai Huruf Itu untuk Kelabui Kolonial
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas saat membuka Kongres Aksara Pegon di Jakarta, Jumat (21/10/2022). [Dok. Kemenag]

SuaraJakarta.id - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meminta agar aksara pegon dibakukan dan didigitalisasi agar tidak menghilang seperti yang terjadi pada beberapa aksara daerah karena tidak ada yang mencoba untuk melestarikan.

"Kita berutang banyak terhadap aksara pegon. Mungkin kita tidak akan bisa merasakan nikmatnya berislam di Nusantara kalau tidak ada huruf pegon yang menjadi perantara syiarnya," ujar Menag Yaqut saat membuka Kongres Aksara Pegon di Jakarta, Jumat (21/10/2022).

Kongres yang diinisiasi Kementerian Agama ini merupakan kali pertama digelar dan sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Peringatan Hari Santri 2022. Aksara pegon sangat penting, apalagi sejumlah catatan sejarah syiar Islam ditulis dalam aksara pegon.

Menag mencontohkan Suluk Sunan Bonang ditulis dengan aksara pegon. Manuskrip itu digunakan untuk melakukan dakwah dan syiar Islam. Umat Islam Indonesia mengenal Kitab Al-Ibriz yang populer di kalangan santri.

Baca Juga:Peringatan Maulid Nabi, Menag Yaqut Ajak Umat Islam Meneladani Rasulullah

Kitab tersebut, katanya, ditulis dengan aksara pegon oleh KH Bisri Mustofa. Demikian pula dengan Al-Tarjamah Al-Munbalajah yang ditulis KH Sahal Mahfudz dengan aksara pegon.

"Banyak kitab kontemporer yang bermanfaat bagi peradaban keislaman yang ditulis dengan aksara pegon," kata dia.

Ia mengatakan peran penting aksara pegon lainnya adalah biasa digunakan untuk menulis manuskrip ajaran Islam yang menjadi sarana untuk menulis teks sastra. Santri biasa menggunakan aksara pegon untuk surat-menyurat.

"Surat-surat raja-raja zaman dulu menggunakan aksara pegon sebagai media komunikasi dengan raja yang lain agar kolonial tidak bisa membaca. Jadi aksara pegon menjadi huruf sangat taktis yang bisa digunakan untuk mengelabui kolonial agar tidak paham," katanya.

Fungsi yang tidak kalah penting dari aksara pegon adalah penulisan mantra. Ada kitab Mujarobat, kata Menag, yang ditulis dengan aksara pegon, berisi doa-doa, baik untuk mahabah maupun untuk kepentingan yang lain.

Baca Juga:Menag Terbitkan Edaran Panduan Peringatan Hari Santri 2022, Berikut Pedoman Kegiatannya

"Kongres aksara pegon ini benar-benar menemukan momentumnya. Saya berharap agar tidak hanya pembakuan, tapi kongres ini menginisiasi proses digitalisasi aksara pegon agar dapat mengikuti perkembangan zaman," kata Menag.

Ke depan, kata Menag, kitab kuning tidak hanya dalam bentuk kertas, tapi akan berubah menjadi e-book atau sejenisnya yang berbasis elektronik.

Ia menegaskan aksara pegon perlu didorong agar mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi sehingga bisa bertahan menjadi sebuah khasanah, sekaligus kekayaan Nusantara yang tidak mudah hilang ditelan perkembangan zaman.

"Selamat berkongres. Semoga ikhtiar ini diridai Allah dan menjadi kontribusi kita bersama bagi peradaban Islam Nusantara dan dunia," kata Yaqut. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini