Dia juga menyebut bahwa pemahaman ini muncul akibat kesalahpahaman ajaran spiritual yang berakibat fatal pada keyakinan proses kematian.
Menurutnya, seseorang perlu waspada jika ada pemahaman yang mengajarkan mengakhiri hidup sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Menurut Prawitra, lazimnya dalam kebanyakan pengikut sekte proses kematian tidak dilakukan secara sembarangan.

Dalam kasus Kalideres ini, pihak kepolisian juga perlu melihat adanya hubungan keluarga dengan jaringan komunitas pengikut sekte lainnya, atau keluarga tersebut yang memulai menciptakan sekte baru. Sehingga dapat ditemukan dengan jelas penyebab kematian yang diduga kuat pengikut apokaliptik.
"Dengan adanya bukti baru, bahwa ditemukannya berbagai buku bacaan berbagai agama bisa menjadi fase dimana mereka sedang mencari tahu dengan berikhtiar lewat membaca buku tersebut dan mereka tidak menemukan agama yang sempurna. Keputusasaan tersebut bisa mempengaruhi kuat mereka untuk menganut apokaliptik," tutur Prawitra.
Kasus ini juga menimbulkan banyak tanda tanya karena tidak ditemukan tanda kejahatan, kekerasan, perusakan barang, ataupun kehilangan barang. Sehingga belum ada alasan kuat yang mengarah ke dugaan pembunuhan. Perlu penyelidikan yang kuat untuk mengetahui akar dari kematian keluarga tersebut.
Menurut dia, diperlukan penanaman keyakinan bahwa ajaran agama yang baik pasti tidak mengajarkan untuk menyakiti dan/atau menghilangkan nyawa diri sendiri atau orang lain.
"Jika menemukan hal tersebut dalam sebuah ajaran agama, maka kita harus meninggalkan hal tersebut karena berpotensi mengandung pemahaman ekstrimisme dan radikalisme," ucap Prawitra.