Tolak Kebijakan ERP di Jakarta, Politisi PDIP: Itu Bukan Prestasi, Tapi Membebani Rakyat!

Trobosan dalam mengurangi kemacetan adalah penyediaan layanan transportasi umum di semua wilayah.

Dwi Bowo Raharjo | Fakhri Fuadi Muflih
Selasa, 17 Januari 2023 | 18:05 WIB
Tolak Kebijakan ERP di Jakarta, Politisi PDIP: Itu Bukan Prestasi, Tapi Membebani Rakyat!
Rencana penerapan jalan berbayar elektronik atau ERP di Jakarta ditolak politisi PDIP. [Antara]

SuaraJakarta.id - Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak menyatakan menolak rencana penerapan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP). Gilbert menilai kebijakan tersebut akan membebani masyarakat jika diterapkan.

Ia mengakui, memang ERP ini diterapkan di beberapa negara maju demi mengurangi kemacetan. Namun, tidak semua negara maju menerapkannya karena kebijakan ini menuai pro dan kontra.

"ERP iya tolak. Karena bagaimanapun ini bukan solusi. Saya menolak bukan berarti menolak membabi buta, tidak. Kita juga melihat bahwa ini diberlakukan di negara maju tetapi tidak semua negara maju memberlakukan. Karena apa? Mereka juga punya perhitungan sendiri," ujar Gilbert saat dikonfirmasi, Selasa (17/1/2022).

Ia pun meminta jangan ada pihak yang menganggap ERP sebagai prestasi hanya karena juga diterapkan di negara maju.

Baca Juga:Ogah Ambil Pusing Soal Capres PDIP, Ganjar Pranowo: Itu Urusannya dengan Ibu Mega

Menurutnya jika kebijakan itu diterapkan maka akan menambah beban masyarakat karena harus membayar sejumlah uang jika ingin melewati jalan tersebut.

"Atinya jangan melihat, ERP ini kalau diberlakukan seperti sebuah prestasi. Bukan prestasi, justru ini beban untuk rakyat," jelasnya.

Seharusnya, kata Gilbert, terobosan dalam mengurangi kemacetan adalah penyediaan layanan transportasi umum di semua wilayah. Sampai saat ini masih banyak kendala yang membuat masyarakat enggan menggunakan angkutan umum.

"Ini MRT kan baru satu jalur. Kayak ular memanjang, bukan kayak laba-laba, jala. Kita sudah menyetujui tarif integrasi tapi belum berjalan dengan baik. Apalagi gitu? kenapa mesti ERP?" pungkasnya.

Kata Heru Budi

Baca Juga:Tak Punya Kesempatan Masuk Skema Capres, Ini Alasan Ganjar Pranowo Tak Jadi Bintang di HUT PDIP

Sebelumnya Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut proses penerapan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di Jakarta masih cukup panjang. Setidaknya ada tujuh tahapan yang harus dilalui sebelum akhirnya kebijakan ini dijalankan.

Tahapan pertama adalah pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PLLE) di DPRD DKI. Pihak Dinas Perhubungan (Dishub) DKI telah menyerahkan drafnya untuk dibahas menjadi Perda.

"ERP kan sekarang masih dalam proses di DPRD, Raperda namanya. Itu masih ada beberapa tahapan, nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Terus jadi Perda," ujar Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Suana kemacetan di Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (8/4).   [ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay]
Kemacetan di Jakarta. [ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay]

Setelah itu, ia akan mulai membahas penyusunan Peraturan Gubernur yang merupakan turunan dari Perda tersebut. Pergub ini diperlukan karena berisi pelaksanaan atau teknis dari penerapan ERP di Jakarta.

"Setelah itu baru proses lagi untuk proses bisnisnya, proses bisnisnya masih pembahasan. Nanti siapa yang mengelola badan usahanya apa, itu juga dibahas dengan DPRD," ucapnya.

Tahapan keempat adalah penentuan jalan mana saja yang akan menerapkan ERP. Beberapa titik memang sudah ditentukan berdasar sejumlah kriteria yang diatur dan selanjutnya dibahas lagi di DPRD.

Barulah tahapan ke enam adalah melakukan penentuan tarif. Sejauh ini kisaran biaya ERP yang diperkirakan adalah Rp5.000 sampai Rp19.900.

Tahapn terakhir atau ketujuh adalah membahas keseluruhan rencana dengan pemerintah pusat.

"Kira-kira itu, masih ada tujuh tahapan. itu dibahas mulai tahun 2022 dan dilanjutkan mungkin 2023," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini