SuaraJakarta.id - Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) meminta pemerintah daerah termasuk DKI Jakarta meningkatkan pengawasan.
Serta enindakan terhadap produsen ilegal serta penerapan sistem pelacakan yang menyeluruh untuk menutup celah distribusi rokok ilegal.
"Kami juga mendorong agar kebijakan standardisasi kemasan tetap dilanjutkan dan dijalankan dengan serius," kata Program Manager IYCTC, Ni Made Shellasih dalam keterangan di Jakarta, Rabu 9 Juli 2025.
Karena, menurut dia, dampaknya bukan hanya soal kesehatan masyarakat, tapi juga menyangkut keberlanjutan sistem jaminan sosial negara.
Baca Juga:Banjir Jakarta Mulai Surut, Tiga RT Masih Terendam, Begini Kondisinya
Pemerintah daerah juga harus memaksimalkan Dana Bagi Hasil Cukai (DBH-CHT) untuk pengawasan dan edukasi agar kebijakan standarisasi kemasan tidak berhenti di atas kertas.
IYCTC berpendapat peningkatan peredaran rokok ilegal dipengaruhi oleh persoalan struktural yang kompleks.
Selain lemahnya penindakan dan pengawasan hukum terhadap rokok ilegal, temuan CISDI menunjukkan rokok ilegal paling tinggi ditemukan di kota-kota seperti Surabaya (20,6 persen) dan Makassar (21,4 persen).
Yaitu wilayah yang dekat dengan pelabuhan besar dan pusat produksi tembakau.
"Sementara kota lain yang dekat wilayah produksi, tapi tidak jadi jalur distribusi utama, angkanya jauh lebih rendah. Jadi ini bukan soal harga atau bungkus, tapi soal distribusi dan kontrol suplai," ujar Ketua IYCTC, Manik Marganamahendra.
Baca Juga:Banjir Rob Ancam Jakarta dalam Satu-Dua Hari ke Depan, Warga Diminta Waspada
Kemudian, lemahnya pengawasan terhadap produsen mikro dan kecil, tidak adanya pembatasan kepemilikan mesin pelinting serta tidak berjalannya sistem pelacakan distribusi juga berkontribusi pada kondisi tersebut.
Survei CISDI menemukan banyak produk ilegal yang sudah mencetak peringatan kesehatan menyerupai produk legal. Hal ini menunjukkan sudah ada skala produksi yang besar dan permasalahan pada rantai pasok ini harus segera diatasi dengan tegas.
Adapun standarisasi kemasan merupakan kebijakan yang dirancang oleh Kementerian Kesehatan sebagai bagian dari upaya pengendalian konsumsi rokok, khususnya untuk menurunkan daya tarik produk tembakau terhadap anak dan remaja.
Dengan menghapus elemen desain seperti warna, logo dan citra merek, kemasan rokok dibuat polos dan seragam dengan peringatan kesehatan bergambar yang lebih mencolok.
Studi di Inggris menunjukkan, setelah kebijakan ini diterapkan, jumlah orang yang mengaku pernah ditawari rokok ilegal justru menurun.
Di Australia, peredaran rokok ilegal tetap terkendali bahkan menurun beberapa pekan pasca kebijakan diimplementasikan.
"Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas kebijakan sangat ditentukan oleh sistem pelaksanaannya, bukan bentuk kemasannya," kata Manik.
Sementara itu, tahun lalu, Satpol PP DKI Jakarta dan Kanwil Bea Cukai mengamankan sebanyak satu juta rokok ilegal dalam operasi pengawasan Barang Kena Cukai Hasil Tembakau (BKC HT) di wilayah Jakarta Selatan.
Dalam operasi, rokok ilegal ditemukan di warung sebanyak 200.000 batang dan di rumah kontrakan sebanyak 800.000 batang.