“Indonesia butuh next practices yang mengombinasikan best practices dengan nilai-nilai lokal agar pengelolaan human capital tidak hanya efektif, tetapi juga relevan,” jelasnya.
Lebih jauh, Prof. Yassirlie menegaskan bahwa diskursus tentang human capital harus semakin berorientasi pada manusia, dengan pendekatan people-centred sebagai fondasi transformasi ekonomi nasional.
CEO Talk Show hari kedua tentang Sustainable Business & People Transformation Practices in Indonesia’s Economic Transformation oleh Suwandi Wiratno, CEO CSUL Finance & Chairperson of APPI dan Dr. Muhammad Taufiq, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN).
Dalam diskusi, Suwandi menyoroti bahwa kunci kolaborasi terletak pada komunikasi yang baik di semua lini organisasi. “Kita harus ada diskusi informal sebelum membahas transformasi. Perubahan tidak akan terjadi kalau kita tidak memahami bawahan kita. Kolaborasi akan terjadi jika komunikasi antar atasan dan bawahan berjalan dengan baik.” ungkapnya. Pesan ini menegaskan bahwa keberhasilan transformasi tidak hanya ditentukan oleh kebijakan, tetapi juga oleh interaksi manusia yang saling memahami.
Baca Juga:PB HMI Desak Pemerintah Perkuat Industri Baja Nasional
Sesi selanjutnya oleh dr. Andreas Kresna, Sp.Ok, HIMA, The Role of Occupational Medicine: Comprehensive Approach of Occupational Health and Safety. Diskusi ini membahas mengenai pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja, mencegah dan mengatasi masalah kesehatan yang timbul akibat proses kerja atau produkci di lingkungan kerja dari sisi ilmu kedokteran.
Battle session IHCBS kali ini bertema Flexibility of Time and Place of Work oleh Yola Putryanie-Finance & Asset Management Director Kompas Gramedia Group, Theo Derick- Owner of Acrobyte Group & Creator, Artha Nadiny Siahaan- Head of Digital Marketing QuBisa.
Diskusi berfokus pada fenomena Work From Anywhere (WFA) yang kian popular di dunia kerja modern. Menurut Theo, fleksibilitas lahir sebagai kebutuhan baru organisasi. “WFA hadir karena adanya fleksibilitas,” ujarnya.
Artha menambahkan, “Kami dalam perusahaan memegang kunci fleksibilitas, WFH memberi ruang bagi tim ketika menghadapi burnout.” Artha juga menekankan pentingnya komunikasi dalam model kerja fleksibel: “WFH tidak berlaku di semua industri, tapi fleksibilitas sesekali tetap dibutuhkan, dan kuncinya adalah komunikasi.”
Yola menekankan bahwa fleksibilitas memang tak terhindarkan seiring perkembangan teknologi, namun penerapannya harus diesualkan dengan kebutuhan tiap fungsi di organisasi. “Di industri Gramedia, kita merasa WFO lebih produkty karena lebih mudah mengontrol, Fleksibilitas tidak bisa dihindari, namun ada beberapa fungsi yang lebih efektif saat bekerja di kantor.” jelasnya.
Baca Juga:Pameran Berskala Internasional ke-23 segera Digelar, ALLPack Indonesia 2024
Menanggapi apakah fleksibilitas merupakan peluang atau ancaman, para pembicara sepakat melihatnya sebagai peluang jika dikelola dengan tepat. Yola menegaskan, “Tergantung kualitas leader, jika mampu mengelola dan membantu tim dengan baik, fleksibilitas tidak akan memengaruhi hasil kerja.” Artha menilai fleksibilitas bisa meningkatkan produktivitas meski terkadang menimbulkan ekspektasi berlebih dari manajemen.
Sementara itu, Theo mentutup dengan penekanan bahwa fleksibilitas adalah soal pola pikir “Apakah WFO, WFH, atau WFA lebih fleksibel? Jawahannya tidak. Fleksibilitas adalah sebuah mindset. Company yang bisa optimalkan teknologi adalah company yang adaptif dan sukses menghadapi perubahan.”
IHCBS 2025 ditutup dengan penampilan special dari Yovie & Nuno yang turut memeriahkan acara, IHCBS 2025 ditutup dengan soft launcing IHCBS 2026 dengan tema Harnessing Human-Centric AI and Digitalization to Unlock Next Level Productivity