Antara Niat Baik dan Petaka: Mahfud MD Bongkar Masalah Hukum di Balik Keracunan MBG

Cucu Mahfud MD alami keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Meski begitu, Mahfud tetap menilai program MBG mulia

Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 04 Oktober 2025 | 12:48 WIB
Antara Niat Baik dan Petaka: Mahfud MD Bongkar Masalah Hukum di Balik Keracunan MBG
Ilustrasi Program MBG. [Ist]
Baca 10 detik
  • Mahfud MD: MBG program "mulia," meski 2 cucunya keracunan di Yogya.
  • Keracunan MBG isu nasional, Mahfud desak penelitian akar masalahnya.
  • Mahfud tekankan perlunya aturan jelas (PP/Perpres) untuk kepastian hukum MBG.

Di balik serangkaian insiden keracunan yang mencoreng citra program ini, Mahfud MD tetap bersikukuh pada esensi mulianya.

Ia berargumen bahwa program MBG sangat strategis untuk mengatasi masalah gizi pada anak-anak kurang mampu.

"Program Makan Bergizi Gratis ini adalah satu program yang paling bagus, mulia menurut saya," aku Mahfud.

"Karena kita bayangkan, banyak jutaan anak – anak kita itu yang tidak bisa makan,” imbuhnya. Oleh karena itu, ia menyerukan dukungan kuat.

Baca Juga:DPRD DKI : MBG Perlu Dievaluasi Bukan Dihentikan

"Jadi menurut saya program Makan Bergizi Gratis ini adalah program sangat mulia dan program unggulan yang harus kita dukung bersama – sama," tegas Mahfud.

Namun, di sinilah letak kritik tajam dari perspektif hukum yang ia kuasai.

Sebagai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud menyoroti ketiadaan kerangka hukum yang memadai dalam pelaksanaan MBG.

Ia mengacu pada asas kepastian hukum dan asas pelayanan.

"Asas Kepastian hukum dan asas pelayanan. Banyak itu ada delapan asas disitu, tapi kita ambil dua saja. Misalnya asas kepastian hukum. Tidak tersedianya peraturan perundang – undangan yang bisa diakses. Kalau kita mau mengatakan, ‘oh itu di Kabupaten sana atau di sekolah sana atau di pengelola dapur nomor sekian itu pengelolaannya tidak benar,” urainya.

Baca Juga:Menu Ikan Hiu di Makan Bergizi Gratis Bikin Heboh, BGN Akhirnya Buka Suara!

Mahfud dengan tegas menunjukkan jurang antara niat baik dan tata kelola yang bertanggung jawab.

Ia menuntut adanya parameter yang jelas untuk menilai standar pengelolaan makanan.

"Terus apa ukuran ketidakbenaran? Iya kan harus ada tata kelolanya yang diatur misalnya dengan PP atau Perpres gitu, atau Peraturan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) misalnya atau apa gitu harus jelas sehingga ada ukuran – ukuran parameter yang memberi kepastian,” jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini