- Pemerintah menyiapkan skema khusus penugasan ahli gizi untuk mengatasi kelangkaan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Program MBG.
- Rapat koordinasi lintas kementerian dan Persagi membahas solusi penempatan 53 ribu anggota Persagi di dapur-dapur MBG.
- Selain SDM, pemerintah juga mempercepat pengurusan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi dapur-dapur MBG yang telah dibangun.
SuaraJakarta.id - Pemerintah menyiapkan skema khusus penugasan tenaga ahli gizi untuk mengatasi kelangkaan sumber daya manusia di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) pengelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Langkah ini diambil agar ribuan dapur MBG yang telah dibangun dapat segera beroperasi optimal dan memenuhi standar layanan gizi.
Skema penugasan tersebut dibahas dalam rapat mingguan Tim Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga (K/L) untuk Penyelenggaraan Program MBG bersama Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi (DPP Persagi) yang digelar di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Jumat (21/11).
Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Lintas K/L, Nanik Sudaryati Deyang, mengungkapkan bahwa kelangkaan ahli gizi di lapangan saat ini menjadi salah satu hambatan utama operasional dapur MBG. Padahal, keberadaan ahli gizi merupakan syarat wajib agar SPPG dapat menjalankan layanan pemenuhan gizi.
“Di lapangan terjadi kekurangan ahli gizi. Akibatnya, banyak dapur MBG belum bisa beroperasi karena salah satu syarat utama adalah harus ada ahli gizi. Karena itu, kami menyiapkan skema penugasan agar kebutuhan ini bisa segera terpenuhi,” kata Nanik.
Baca Juga:Novotel Jakarta Pulomas Hadir di Jakarta Timur, Pilihan Ideal Libur Weekend Bersama Keluarga
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum DPP Persagi, Doddy Izwardy, menyatakan kesiapan organisasinya untuk mendukung penuh Program MBG. Ia menyebut Persagi memiliki sekitar 53 ribu anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan latar belakang pendidikan mulai dari D3 hingga S3.
“Kami siap menugaskan anggota Persagi ke dapur-dapur MBG di seluruh tanah air. Kami hanya membutuhkan data wilayah yang masih kekurangan tenaga ahli gizi serta kejelasan mekanisme penugasan,” ujar Doddy.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, saat ini terdapat 34.048 ahli gizi yang bekerja di berbagai fasilitas kesehatan. Selain itu, terdapat potensi 18.998 ahli gizi di Puskesmas yang dapat diperbantukan ke SPPG, termasuk 2.423 tenaga ahli gizi yang masih berstatus sukarela.
Potensi tambahan juga datang dari lulusan baru bidang gizi. Tercatat, sebanyak 10.341 lulusan D3, D4, Profesi, dan S1 Ilmu Gizi dari perguruan tinggi umum tahun 2024, serta 3.912 lulusan D3, D4, dan Profesi dari Politeknik Kesehatan Kemenkes, siap mengisi kebutuhan tenaga di SPPG-SPPG.
Menindaklanjuti data tersebut, Nanik meminta Kementerian Kesehatan, Badan Gizi Nasional (BGN), dan Persagi segera menyusun peta kebutuhan dan penempatan ahli gizi secara nasional. Ia memastikan pemerintah akan membantu proses administrasi dan kepegawaian para tenaga ahli gizi yang ditugaskan.
Baca Juga:Pramono Anung Ungkap Destinasi Baru Wisatawan Datang ke Jakarta
“Mereka akan kami bantu prosesnya. Tapi mereka juga harus bekerja secara konsisten di SPPG dan tidak berpindah-pindah,” tegas Wakil Kepala BGN itu.
Selain persoalan tenaga ahli gizi, rapat juga membahas percepatan pengurusan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebagai syarat operasional dapur MBG. Hingga saat ini, tercatat 15.107 SPPG telah dibangun dan 14.922 di antaranya sudah beroperasi. Namun, baru sebagian yang telah mengantongi SLHS.
Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes, Then Suyanti, menjelaskan bahwa dari ribuan SPPG tersebut, 2.849 sudah memperoleh SLHS, sementara ratusan lainnya masih harus melakukan perbaikan setelah gagal uji Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL).
Untuk mempercepat proses tersebut, pemerintah juga mendorong penyederhanaan mekanisme pengajuan SLHS, termasuk membuka opsi pemrosesan manual di daerah yang terkendala sistem digital.
Dengan skema penugasan ahli gizi dan percepatan sertifikasi dapur, pemerintah optimistis Program Makan Bergizi Gratis dapat berjalan lebih merata dan berkualitas. Langkah ini diharapkan tidak hanya memastikan standar gizi terpenuhi, tetapi juga menjaga keberlanjutan program yang menjadi salah satu prioritas nasional di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.