Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Senin, 01 Maret 2021 | 09:05 WIB
Dodol Cilenggang, makanan khas betawi buatan Asep Wijaya, warga Jalan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]

SuaraJakarta.id - Setiap daerah pastinya memiliki makanan khas. Tak terkecuali di Tangerang Selatan. Salah satu makanan khas dari daerah ini adalah Dodol Cilenggang.

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai dodol khas Betawi itu, SuaraJakarta.id—grup Suara.com—menemui Asep Wijaya.

Pria berusia 40 tahun itu merupakan pemilik dari Toko Titi Mugi Jaya yang terletak di Jalan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan.

Saat disambangi, tak terlihat adanya plang yang mengiklankan atau mempromosikan tentang Dodol Cilenggang di toko tersebut.

Baca Juga: Resep Kembang Goyang Khas Betawi, Camilan Manis dan Renyah Rasa Surgawi

Asep mengatakan, sengaja tidak memasang plang karena Dodol Cilenggang buatannya sudah banyak diketahui orang dari mulut ke mulut.

Di samping itu, kemajuan teknologi membuat toko milik Asep mudah diketahui lokasinya.

"Enggak ada plang-plang, soalnya orang sudah tahu. Terus ada di Google Maps juga. Kebantu dari di Google Maps saja," ujar Asep mengawali pembicaraan dengan SuaraJakarta.id.

Menjelang sore, Asep kedatangan pembeli ibu-ibu yang berasal dari Pagedangan, Kabupaten Tangerang menggunakan sebuah mobil. Mereka membeli 1 kilogram dengan harga Rp 50 ribu.

Asep menjelaskan bahwa pembeli Dodol Cilenggang buatannya bisa berasal dari mana saja. Apalagi ketika Lebaran. Terutama sebelum pandemi Covid-19, tepatnya di tahun 2018.

Baca Juga: Melestarikan Seni Budaya Betawi saat Pandemi

Saat itu, ia mendapat pesanan hingga mencapai 600 kg dalam sehari dari puluhan orang yang membeli dodol Betawi buatannya.

Untuk memenuhi pesanan itu, Asep mempekerjakan 10 anak buah untuk membuat dodol Cilenggang.

"Dulu pernah Lebaran 2018, pas belum pandemic, pesanan mencapai 600 kg. Kira-kira dapat Rp 30 juta-an," tuturnya.

Asep Wijaya, penjual dodol Betawi di Jalan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]

Sejarah Pembuatan Dodol Cilenggang

Asep menceritakan awal mula keluarganya berjualan Dodol Cilenggang. Adalah sang ibu yang pertama kali berjualan dodol khas Betawi tersebut di tahun 1995.

"Awalnya rumahan aja, tiap rumah bikin. Cuma lama-lama jadi komersil juga. Pertama kali tahun 1995, diperkenalkan oleh ibu saya namanya ibu Iyuk," ucap Asep.

"Saya masih kecil. Kalau enggak salah masih SMP ," kata Asep.

Asep meyakini dari dulu hingga sekarang Dodol Cilenggang tetap digemari bagi masyarakat Indonesia. Khususnya masyarakat Betawi.

"Jadi dulu tuh, Dodol Cilenggang biasa dipakai saat hajatan. Jadi dodol tuh harus ada kalau dalam adat Betawi, enggak tahu itu adat atau apa. Tapi karena dari dulu selalu ada, jadi sampai sekarang ada terus," ungkap Asep.

Toko Titi Mugi Jaya, penjual Dodol Betawi di Jalan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]

Pembuatan Dodol Cilenggang

Asep menerangkan bahan-bahan yang digunakan saat pembuatan dodol Cilenggang sebenarnya sama saja dengan dodol pada umumnya seperti santen kelapa, gula merah, gula pasir, tepung dan garam.

Asep menjelaskan proses pembuatan Dodol Cilenggang miliknya berawal dari menyiapkan kuali besar yang bisa menampung 20 liter air.

Selanjutnya dimasukan santen Kelapa dan ditunggu hingga matang. Kemudian dimasukkan adonan tepung sambil diaduk secara manual.

Alat adukan itu menggunakan centong besar yang dinamakan pengharu. Tinggi alat itu mencapai 150 meter atau setinggi badan si pembuatnya.

Lalu, dimasukan gula merah, gula pasir dan garam sambik diaduk terus-menerus oleh pekerja.

Ketika ditanya berapa takaran yang harus dimasukan. Ia enggan membocorkannya, karena itu privasi.

Hanya saja, untuk membuat Dodol Cilenggang, mereka yang mengaduk di kuali tersebut tidak boleh berhenti. Sebab akan mengakibatkan gosong.

Mereka yang membuat terus mengaduk hingga memakan waktu 7 jam lamanya. Hal ini disiasatinnya dengan bergantian dengan pekerja lainnya.

"Jadi dia (pekerja) ganti-gantian ngaduknnya. Gimana enaknya dia aja," ucap Asep.

Asep mengatakan sekali pembuatan bisa menghasilkan 60 kg. Nantinnya akan dimasukkan ke dalam bungkusan yang biasa disebut mika.

Setiap mika akan berisi rata-rata 5 kilogram. Harga yang dipatoknya yaitu Rp 250 ribu per 5 kg.

"60 kilogram itu dibagi per mika. Nah per mika isinya 5 kg jadi kalau dijumlah harganya Rp 250 ribu," ujarnya.

Dodol Cilenggang, makanan khas betawi buatan Asep Wijaya, warga Jalan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]

Omzet Turun Drastis

Di masa pandemi Covid-19 ini, Asep mengaku omzetnya mengalami penurunan drastis hingga 70 persen.

Guna menyiasati agar tetap bertahan, Asep mengurangi takarannya saat membuat Dodol Cilenggang.

Asep menginformasikan yang biasanya membuat 20 liter saat pembuatan, kini menjadi 10 liter.

Ia baru akan kembali memproduksi Dodol Cilenggang jika stok yang dimilikinya sudah habis terjual.

"Di tengah pandemi dikurangin aja takarannnya, biasanya 20 liter jadi 10 liter untuk ngabisin stok aja. Jadi bikin kalau stok abis. Jadinya enggak tentu," pungkasnya.

Kontributor : Muhammad Jehan Nurhakim

Load More