Scroll untuk membaca artikel
Agung Sandy Lesmana | Ria Rizki Nirmala Sari
Senin, 22 Maret 2021 | 18:30 WIB
Eks Sekjen FPI Munarman. [Suara.com/Dian Rosmala]

SuaraJakarta.id - Jagat mayat sempat dihebohkan dengan video soal pengakuan jaksa menerima suap kasus Habib Rizieq Shihab yang kini dinyatakan sebagai berita bohong alias hoaks. Bahkan, polisi kini sedang membuat penyebar video hoaks tersebut. 

Terkait hal itu, eks Sekjen FPI Munarman tak mau menanggai kasus yang kini sedang diselidiki Bareskrim Polri. 

"Males, ngapain saya nanggepin berita-berita hoaks," ucap Munarman saat dihubungi Suara.com, Senin (22/3/2021). 

Sama halnya dengan Munarman, salah satu tim pengacara Rizieq, Aziz Yanuar juga ogah menggubris kasus hoaks yang menyasar Rizieq Shihab sebagai korban. 

Baca Juga: Kekeuh Minta HRS Dibebaskan, Pendukung: Ulama Harus Dihormati Negara!

Menurut Aziz, pelaku-pelaku yang terlibat dalam penyebaran video hoaks suap Rizieq itu cuma mencari-cari sensasi saja. 

"Males menanggapi, cari sensasi saja mungkin," kata Aziz  saat dihubungi secara terpisah. 

Bareskrim Kejar Penyebar Hoaks

Mabes Polri turun tangan mencari pelaku pembuat video hoaks soal jaksa menerima suap dari Rizieq. Kasus ini ditangani Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri. 

"Dir Siber Polri sedang dalami kasus ini untuk bongkar siapa pelaku-pelaku di balik video bohong tersebut," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono di Mabes Polri, Senin.

Baca Juga: Pendukung Habib Rizieq Geruduk Kejaksaan Bogor, Teriak Kriminalisasi Ulama

Rusdi menegaskan kalau video yang beredar luas di tengah-tengah publik jelas termasuk kategori berita bohong. Karena itu ia memastikan pembuatan video tersebut masuk ke dalam tindak pidana. 

Rusdi tidak menjawab atas isu pelaku pembuat video tersebut sudah tertangkap. Hanya saja ia meyakini pihaknya bakal mengumumkan dikemudian hari. 

"Nanti akan kami sampaikan (soal pelaku), yang jelas dir siber tangani masalah ini," ujarnya. 

Sebelumnya dilansir dari Antara, video berdurasi 48 detik menyebar di media sosial dengan narasi (voice over) "terbongkar pengakuan jaksa yang mengaku menerima suap kasus sidang Rizieq Shihab, Innalillah semakin hancur wajah hukum Indonesia". Kejaksaan Agung telah mengklarifikasi bahwa video tersebut hoaks.

Respons Mahfud hingga Kejagung

Beredarnya videp hoaks tersebut ditanggapi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi itu dalam cuitannya menyatakan, sengaja memviralkan video seperti itu tentu bukan delik aduan, tetapi harus diusut.

"Tetapi kita tetap akan menelaah kemungkinan revisi UU ITE untuk menghilangkan potensi pasal karet dan membedakan delik aduan dan delik umum di dalamnya," cuitan Mahfud di akun Twitternya.

Kejaksaan Agung juga menyatakan akan menelusuri pelaku pembuat dan penyebar video hoaks oknum JPU menerima suap terkait persidangam Rizieq Shihab.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan video tersebut adalah hoaks.

Ia menjelaskan, narasi di video tersebut "innalillah semakin hancur wajah hukum Indonesia" dikaitkan dengan penjelasan Yulianto, selaku Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi pada Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus kepada media pada tahun 2016.

Menurut Leonard, penangkapan oknum Jaksa AF di Jawa Timur tersebut terkait dengan pemberian suap dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi Penjualan Tanah Kas Desa di Desa Kali Mok Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep Jawa Timur.

"Pejabat yang menjelaskan penangkapan oknum Jaksa AF pada video tersebut, adalah Bapak Yulianto yang saat ini sudah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT)," ujarnya.

Leonard menegaskan, video penangkapan oknum Jaksa AF tidak ada sama sekali kaitan dan hubungannya dengan proses sidang Muhammad Rizieq alias Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang saat ini sedang disidangkan.

"Menegaskan bahwa informasi dalam video tersebut adalah tidak benar atau hoaks. Kami juga meminta masyarakat untuk tidak menyebar-luaskan video tersebut serta tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan berita bohong atau hoax sebagaimana video yang sedang beredar saat ini," ujar Leonard.

Leonard juga mengingatkan masyarakat agar tidak membuat berita atau video atau informasi yang tidak benar kebenarannya dan menyebar-luaskannya kepada masyarakat melalui jaringan media sosial yang ada, karena perbuatan tersebut dapat dijerat dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya pasal 45A ayat (1).

"Bunyi pasal tersebut, setiap orang, yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara 6 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar," kata Leonard. 

Load More